Tempatdimana kunjungan tersebut terjadi disebutkan bahwa Maria mengunjungi Elisabet di daerah Pegunungan, suatu kota di Yudea (kemungkinan daerah Hebron yang berada di selatan Yerusalem, dan Ein Karem). Bunda Maria di sana berkunjung selama 3 bulan lamanya. Kisah Kehidupan Santa Elisabet dalam Kitab suci hanya terbatas pada peristiwa itu.
Menurut bukti tertua yang ada, pemujaan terhadap Maria dimulai pada akhir abad ke-4. Pada waktu itu, Gereja Katolik menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi. Jadi, orang-orang yang sebelumnya menyembah dewa-dewi akhirnya mengaku beragama Kristen. Gereja juga mengadopsi ajaran Tritunggal, yang tidak berdasarkan Alkitab. Ajaran Tritunggal membuat para anggota gereja menyimpulkan bahwa Yesus adalah Allah, sehingga Maria pasti adalah bunda Allah. Pada tahun 431 M, sebuah konsili gereja di Efesus secara resmi menyatakan bahwa Maria adalah ”Bunda Allah”. Setelah Konsili Efesus itu, orang-orang mulai memuja Maria secara berlebihan dalam bahasa Inggris disebut Mariolatry, dan kebiasaan ini semakin berkembang. Selain itu, jumlah penyembah dewa-dewi yang menjadi anggota gereja semakin banyak. Akibatnya, patung dan gambar dewi-dewi kesuburan mereka, seperti Artemis orang Romawi menyebutnya Diana dan Isis, pelan-pelan digantikan dengan patung dan gambar Perawan Maria. Pada tahun 432 M, Paus Sixtus III memerintahkan agar sebuah gereja dibangun di Roma untuk menghormati ”Bunda Allah”. Gereja itu dibangun di dekat tempat yang dulunya adalah lokasi sebuah kuil. Kuil itu dibuat untuk menghormati Lucina, dewi kelahiran yang dipuja orang Romawi. Seorang penulis menjelaskan bahwa gereja itu adalah ”simbol abadi dari bercampurnya penyembahan Ibu Agung dalam kekafiran dengan penyembahan Maria setelah Roma mengadopsi Kekristenan”.​—Mary​—The Complete Resource.
Kronologikehidupan Yesus Kristus dapat disusun berdasarkan catatan Alkitab Kristen, termasuk di dalamnya Alkitab Ibrani, surat-surat murid-murid-Nya, tradisi gereja, serta catatan para sejarawan pada abad-abad pertama Masehi. Yesus lahir di Bethlehem, dalam masa pemerintahan Kaisar Augustus.Saat itu, Maria telah bertunangan dengan Yusuf, seorang tukang kayu (; bandingkan ).
Via Crucis Sukamoro di pinggiran Kota Palembang. Romo Titus Jatra Kelana Pr SALAH satu situs ziarah kristiani di Tanah Suci yang ramai dikunjungi oleh para peziarah yang datang dari berbagai belahan dunia adalah Via Dolorosa. Nama ini tentu tidak asing bagi umat kristiani, lebih-lebih bagi mereka yang pernah mengikuti perjalanan ziarah ke Yerusalem. Via Dolorosa merupakan nama sebuah jalan di Kota Tua Yerusalem, nama ini berasal dari bahasa Latin yang berarti jalan kesengsaraan atau jalan penderitaan. Menurut tradisi sejarah, jalan ini adalah jalan yang dilalui Yesus saat memanggul salib-Nya menuju ke puncak Kalvari. Yisca Harani, seorang pakar Kekristenan dan ziarah di Tanah Suci sebagaimana ditulis oleh Liberty Jemadu dalam mengatakan bahwa rute yang disebut Via Dolorosa itu sudah berubah berkali-kali. Tergantung pada pihak yang menguasai Yerusalem. Bagi orang kristiani, Via Dolorosa memiliki makna mendalam. Jalan yang diapit bangunan berdinding batu kapur inimenjadi saksi bisu perjalanan salib Yesus yang merupakan wujud nyata kasih Allah kepada manusia. Menapaki Via Dolorosa berarti melakukan perjalanan doa melalui jalan-jalan yang diyakini dilalui Yesus dari saat Ia diadili dan dihukum mati oleh Pontius Pilatus, memanggul salib-Nya, disalib, wafat dan dimakamkan. Yesus telah memilih dan menunjukkan jalan ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa sampai wafat di kayu salib agar manusia yang berdosa memperoleh keselamatan. Saat ini, jika kita berkunjung ke tempat ini, kita akan menemukan 14 perhentian Jalan Salib mulai dari tempat Yesus menerima hukuman mati sampai ke Gereja Makam Kudus. Devosi Jalan Salib Merenungkan cinta Yesus Salah satu cara untuk merenungkan perjalanan sengsara dan wafat Yesus yang kita kenal saat ini adalah dengan mengadakan Devosi Jalan Salib. Devosi yang terdiri atas 14 titik perhentian ini mulai dikenal sejak abad ke-4 pada masa Kaisar Konstantinus. Ini menjadi salah satu tradisi rohani yang terus berkembang dan terpelihara hingga saat ini. Pada masa itu ada banyak peziarah datang ke Yerusalem untuk secara khusus berdoa dan merenungkan sengsara Yesus di jalan yang saat ini kita kenal dengan sebutan Via Dolorosa. Bahkan ada tradisi yang menyebutkan bahwa setelah Yesus wafat di salib, Bunda Maria juga mengunjungi jalan yang dilalui oleh Puteranya itu setiap hari. Ia akan memulai perjalanannya dari tempat Yesus menerima hukuman mati sampai ke Kalvari. Via Crucis tampil menawan saat ini. Romo Titus Jatra Kelana Pr Devosi Jalan Salib Tradisi Devosi Jalan Salib dan ziarah ke tempat-tempat suci kristiani semakin berkembang sejak sejumlah tempat suci di Yerusalem itu dipercayakan untuk dikelola oleh Ordo Fransiskan mulai tahun 1342. Sejak itu, Devosi Jalan Salib pun semakin berkembang sehingga kita bisa mengenal beberapa versi Jalan Salib, seperti yang diperkenalkan oleh Alvarest yang Terberkati 1420;Eustochia dan Emmerich 1465;Hingga yang paling kita kenal saat ini, yaitu St. Leonardus dari Porto Mauritio 1676-1751. Dalam sejarah Gereja, tercatat ada beberapa Paus yang memiliki perhatian khusus terhadap Devosi Jalan Salib. Mereka adalah Paus Innocentius XI 1686.Paus Innocentius XII 1694Paus Benediktus XIII 1726Paus Klemens XII 1731.Paus Benediktus XIV 1742. Mereka menganjurkan agar devosi ini dijalankan dengan setia karena menjadi cara yang paling mudah bagi kita untuk menghayati kisah sengsara dan pengurbanan Yesus sampai wafat-Nya di kayu salib. Via Crucis Sukamoro, tempat ziarah baru Salah satu alternatif tempat yang dapat dicatat dalam agenda perjalanan ziarah rohani adalah Via Crucis Sukamoro di Desa Sukamoro, Kec. Talang Kelapa, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan. Tempat ziarah ini berada dekat Gua Maria Mater Misericordiae Bunda Belas Kasih. Kedua tempat ziarah ini berada di kompleks Panti Werdha Rumah Lansia Sumarah yang dikelola oleh Yayasan Sosial Pansos Bodronoyo YSPB dalam naungan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi PSE Keuskupan Agung Palembang. Lokasi ziarah ini berada sekitar 20 km dari pusat Kota Palembang, Ibukota Provinsi Sumatera Selatan. Via Crucis berasal dari bahasa Latin yang berarti Jalan Salib. Untuk mencapai tempat ziarah yang secara teritorial gerejawi berada di wilayah pelayanan Paroki St. Stefanus Palembang ini para peziarah bisa dengan mudah mencapai lokasi, baik menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Akses menuju lokasi Akses jalan yang dilalui relatif bagus. Dari Jalan Lintas Timur Sumatera yang menghubungkan Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi ada sejumlah pilihan rute yang dapat ditempuh untuk sampai lokasi ziarah ini. Para peziarah dari arah Lampung, Belitang, Kayu Agung, Baturaja, Prabumulih dan sekitarnya setelah exit tol Palembang atau Kramasan dapat melewati rute Musi II kemudian melewati Jalur Gandus. Sedangkan para peziarah dari arah Jambi, Betung, Pangkalan Balai dan sekitarnya dapat melalui Jalur Semuntul, ada rambu penunjuk arah yang menjadi penanda bagi para pelintas. Para peziarah yang datang melalui Bandara Internasional Sultan Mahmud Badarudin II dalam kondisi normal’ hanya membutukan waktu perjalanan sekitar 30 menit. Ketika memasuki gerbang kompleks ziarah ini, suasana sunyi dan tenang begitu terasa. Pelataran parkir yang luas dengan pepohonan rindang berdaun hijau yang tinggi menjulang menghasilkan udara yang segar dan suasana alam yang sejuk. Proses pembangunan Via Crucis dan bentuk akhirnya. Romo Titus Jatra Kelana Pr Dua rute Ada dua pilihan rute, langsung menuju Gua Maria Mater Misericordiae atau menuju Via Crucis. Kita menuju Via Crucis. Setelah berjalan tak jauh pelataran parkir, kita akan berjumpa dengan sosok Yesus yang sedang berdoa. Hal ini mengingatkan kita pada peristiwa yang terjadi setelah Perjamuan Terakhir Yesus bersama para murid-Nya, yaitu berdoa di Taman Getsemani. Dari tempat itu peziarah akan memasuki gerbang batu yang tampak berdiri kokoh dengan puluhan anak tangga bernuansa bangunan Romawi. Ada dua malaikat yang berdiri di bagian atas kiri dan kanan gerbang utama mengapit tulisan Via Crucis Sukamoro berwarna merah. Setelah memasuki gerbang utama peziarah akan memulai menapaki perhentian demi perhentian Jalan Salib yang telah didesain dan dikerjakan dengan baik oleh Gregorius Sutanto bersama tim Blendang-blendung Art Studio dari Yogyakarta. Romo Ignasius Sukari dari Komisi PSE Keuskupan Agung Palembang menuturkan bahwa tempat ziarah yang mulai dibangun sejak April 2021 ini merupakan pengembangan lanjutan dari Gua Maria Mater Misericordiae yang telah dibangun lebih dulu. Tampilan lokasi Pemberhentian Jalan Salin. Romo Titus Jatra Kelana Pr Latar belakang sejarah Gagasan pengembangan tempat ziarah Via Crucis ini lahir dari sejumlah pribadi. Di antaranya Alexander Kurniawan, Subandi dan Zein Rusli yang dikoordinir oleh Romo Bonifasius Djuana selaku Ketua Komisi PSE Keuskupan Agung Palembang. Lantai berbalut keramik hitam menjadi koridor utama dalam manapaki setiap perhentian. Jalan ini telah didesain sedemikian rupa sehingga tetap ramah bagi siapa saja, termasuk lansia dan penyandang disabilitas. Dinding batu pada setiap perhentian yang didesain menyerupai bangunan bergaya Romawi, membantu para peziarah untuk masuk dalam suasana permenungan saat Yesus mengalami peristiwa salib-Nya. Dalam keheningan para peziarah dapat menghadirkan kembali kisah Yesus menapaki Via Crucis. Di setiap bangunan perhentian juga ada penanda bahwa tempat ziarah ini dibangun melalui karya Tuhan yang hadir lewat dukungan dari banyak penderma. Setelah melalui proses perencanaan dan pengerjaan yang melibatkan banyak pihak, akhirnya tempat ziarah Via Crucis Sukamoro ini selesai. Diberkati dalam rangkaian Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Aloysius Sudarso SCJ, Uskup Agung Emeritus Keuskupan Agung Palembang yang juga merayakan syukur atas ulang tahun kelahiran ke-76. Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Uskup Agung Keuskupan Agung Palembang juga akan hadir dalam perayaan syukur ini. Tampilan depan Via Crucis saat ini dan saat masih dilakukan pembangunan. Romo Titus Jatra Kelana Pr Silakan datang Jangan lewatkan kesempatan, jangan ragu dan bimbang untuk membuat agenda ke Via Crucis Sukamoro ini. Selain berdoa dan berziarah di Via Crucis para peziarah juga dapat berdoa dan berziarah ke Gua Maria Mater Misericordiae. Dan setelahnya dapat juga berbagi kasih dengan para lansia di Panti Werdha Sumarah dan saudara-saudara yang sedang menjalani rehabilitasi narkoba di Lembaga NAPZA Griya Anak Sayang GAS Nazareth. Untuk peziarah yang datang dari luar kota dan butuh penginapan, tak usah cemas dan khawatir. Wismalat Podomoro yang juga bagian karya PSE Keuskupan Agung Palembang memiliki puluhan kamar dengan sumber air tanah yang segar, kompleks yang hijau dan sejuk dengan beragam pepohonan rindang serta suasana pedesaan yang tenang bisa menjadi salah satu pilihan tempat yang tepat untuk menginap. Ayo, jangan lewatkan kesempatan berziarah dan berdoa sambil berbagi kasih di pinggiran Kota Palembang. Pemberkatan hari Minggu tanggal 12 Desember 2021 dan syukur atas ulang tahun kelahiran Mgr. Aloysius Sudarso SCJ akan disiarkan langsung Minggu, 12 Desember 2021 pukul WIB. Silahkan ikuti dari kanal YouTube Komsos KaPal atau klik link di bawah ini
Kisahsengsara dan wafat tuhan yesus tercatat dalam keempat injil (matius, markus, lukas dan yohanes). Para wanita yang setia mengikuti jalan sengsara kristus mengikuti yusuf dari arimatea dan maria, ibu yesus. Kisah sengsara dan wafat yesus yang disampaikan oleh lukas dalam injilnya sangat khas. Namun, para murid yang berada di situ bersama
- Hari ini, Kamis 29/3/2018, seluruh umat Kristen merayakan masa Kamis Putih, jelang perayaan Paskah atau wafatnya Yesus. Mengutip laporan Antara, di Larantuka, sebuah kota kecil yang terletak di bawah kaki Gunung Ile Mandiri yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Flores Timur itu, perayaan Paskah didahului dengan tradisi Prosesi Semana Santa yang dimulai pada Rabu malam, yang dikenal dengan sebutan Rabu Trewa 28 Maret tahun, sekitar satu minggu menjelang perayaan paskah, umat Katolik di Larantuka melaksanakan tradisi Semana Santa, yang telah berlangsung lebih dari lima abad, sejak bangsa Portugis menyebarkan agama Katolik dan berdagang cendana di Kepulauan Nusa Tenggara. Semana Santa berasal dari kata semana pekan dan santa suci, yang artinya pekan suci yang dimulai dari Rabu Abu, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci hingga Perayaan Minggu kini, prosesi Semana Santa telah menjadi agenda tahunan dari pemerintah daerah Flores Timur sebagai wisata rohani dalam menarik wisatawan baik domestik maupun Semana Santa Pada hari terbelenggu trewa, umat Katolik setempat mulai berkumpul di kapel-kapel yang ada untuk berdoa mengenang kisah pengkhianatan Yudas Iskariot terhadap Yesus di Taman akhirnya ditangkap dan kemudian disalibkan oleh para serdadu Romawi. Pada saat Rabu Trewa inilah, kota Reinha Rosari Larantuka berubah menjadi kota berkabung, tenggelam dalam khidmat dan refleksi pada pemurnian jiwa menuju pentas Jumat Agung nan Larantuka sedang berkabung, tenggelam dalam khidmat dan refleksi pada pemurnian jiwa menuju pentas Jumat Agung nan abadi pada 30 Maret Kamis Putih 29/3/2018 sore, kongregasi setempat mulai melakukan upacara Tikam Turo, yakni mempersiapkan rute prosesi dengan menanam lilin di sepanjang ruas jalan yang menjadi rute prosesi Jumat Agung yang jatuh pada 30 Maret 2018. Di Kapel Tuan Ma Bunda Maria, patung Bunda Maria yang telah dimeteraikan dalam sebuah peti mati selama satu tahun penuh, harus dibuka dengan penuh hati-hati oleh petugas Conferia sebuah badan organisasi dalam gereja yang telah diangkat melalui Bunda Maria berkeramat itu, kemudian diambil dan dimandikan oleh petugas yang ditunjuk. Setelah itu, Patung Bunda Maria pelindung Kota Reinha Rosari Larantuka itu kemudian dikenakan pakaian berkabung selembar kain warna hitam atau ungu, atau mantel beludru biru.Pada puncak ritual Sesta Vera atau Jumat Agung itu, pintu kapel Tuan Ma dan Tuan Ana Patung Bunda Maria dan Patung Yesus dibuka untuk umum mulai pukul diawali dengan arak-arakan perahu serta puluhan bahkan ratusan kapal motor untuk mengantar Tuan Menino Patung Yesus dari Kapela Tuan Menino Kota Sau ke Kapela Pohon Sirih di Pante Kuce, depan istana raja ini memberi kesan kuat bahwa pusat ritual itu kepada Yesus Kristus karena mengalami penyiksaan yang panjang sampai wafat di salib yang disaksikan sendiri oleh Maria, ibu kandungnya Mater Dolorosa.Menurut legenda, Patung Tuan Ma ditemukan oleh seorang laki-laki di Pantai Larantuka sekitar 500 tahun yang lampau. Ia kemudian menyerahkan patung tersebut kepada Raja lebih dari empat abad, wilayah ini mewarisi agama Katolik yang cukup kuat di Nusantara lewat peran para misionaris, persaudaraan rasul rakyat biasa Confreria, Suku Semana, Suku Kakang Lewo Pulo serta Suku Pou Lema dalam pertumbuhan agama Katolik di wilayah Larantuka. - Sosial Budaya Reporter Yandri Daniel DamaledoPenulis Yandri Daniel DamaledoEditor Yandri Daniel Damaledo
Maryam(Bahasa Arab: مريم, Arami: מרים, Maryām, kemudian Ibrani Miriam), juga Mary atau Maria, adalah ibu Nabi Isa a.s./Jesus Christ dan didakwa tunangan Yusuf oleh penganut Kristian. Beliau disebut lebih kerap dalam al-Qur'an dari keseluruhan Perjanjian Baru. Dia juga menjadi satu-satunya wanita yang namanya disebut dalam al-Quran, malah Surah Maryam dinamakan bersempenanya.
ArticlePDF Available AbstractSaint Mary’s figure is so exclusive to the people of Larantuka City which appear in the Semana Santa ritual. In Lera Wulan Tanah Ekan’s Lamaholot ethnic pre-Catholic religious system which views female figures as representations of the universe, it brings forth an allegation that there is a correlation with the cultural dominance of the Virgin Mary figure. This paper analyzes Semana Santa’s, especially Tuan Ma procession phenomenon as the main indicator of Larantuka society’s exclusive appreciation and perception background toward the Virgin Mary and try to seek, Larantuka people as Lamaholot ethnic have a local wisdom called Lewotana covering all the values they embrace and implement, including the value in their religious system. The phenomenon of the cultural system religion of Larantuka society alteration from Lera Wulan Tanah Ekan and Lewotana into Catholic culture only occurs at the level of social behavior and artifacts, the idea of the value of the sacred women figure who is considered as a representation of the universe still exist in the cognitive nature of Larantuka society with the figure of the Virgin Mary as a substitution process media of feminist value along with symbol as place’ meaning to the admiration and respect to woman figure, especially mother. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeAuthor contentAll content in this area was uploaded by R. F. Bhanu Viktorahadi on Apr 28, 2021 Content may be subject to may be subject to copyright. Jurnal Yaqzhan, Vol. 6 No. 1, Juli 2020 Available online at Published by Departement of Aqeedah and Islamic Philosophy, Faculty of Ushuluddin, Adab and Dakwah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Indonesia Copyright 2020 Author. Published by Jurnal Yaqzhan PERAN SENTRAL BUNDA MARIA DALAM PROSESI ARAK-ARAKAN PATUNG TUAN MA DI LARANTUKA SUATU UNGKAPAN KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI RELIGIUS CENTRAL ROLE OF MOTHER MARY ON THE PROCESSION OF TUAN MA STATUE IN LARANTUKA AN EXPRESSIONOF LOCAL WISDOM IN RELIGIOUSTRADITIONS Bhanu Viktorahadi viktorahadi Universitas Katolik Parahyangan ABSTRAK Figur Bunda Maria begitu khas bagi masyarakat kota Larantuka yang muncul dalam ritual Semana Santa. Dalam era ini, etnis Lamaholot pra-Katolik sistem keagamaan Wulan yang memandang sosok wanita sebagai representasi alam semesta, memunculkan dugaan bahwa ada korelasi dengan dominasi budaya sosok Bunda Maria. Penelitian ini menganalisa prosesi ritual Semana Santa, terutama fenomena arak-arakan tuan Ma sebagai indikator utama apresiasi masyarakat Larantuka dan latar belakang bangsa terhadap Bunda Maria, Masyarakat Larantuka sebagai etnis Lamaholot memiliki kebijaksanaan lingkungan yang disebut Lewotana yang mencakup semua nilai yang mereka merangkul dan menerapkan, yang terdiri dari biaya dalam perangkat keagamaan perubuhan sistem budaya-religi masyarakat Larantuka dari Lewotana dan Lera Wulan Tanah Ekan menjadi budaya Katolik hanyalah terjadi pada tataran perilaku sosial dan artefak, gagasan mengenai nilai akan sakralnya sosok perempuan yang dianggap sebagai representasi alam semesta tetap eksis dalam alam kognitif masyarakat Larantuka dengan figur Bunda Maria sebagai media proses substitusi nilai feminis tersebut serta simbol sebagai tempat’ makna atas penghormatan terhadap sosok perempuan, khususnya ibu. Kata Kunci Tuan MA, Semana Santa, Akulturasi, Kearifan Lokal, Feminisme. ABSTRACT Saint Mary’s figure is so exclusive to the people of Larantuka City which appear in the Semana Santa ritual. In Lera Wulan Tanah Ekan’s Lamaholot ethnic pre-Catholic religious system which views female figures as representations of the universe, it brings forth an allegation that there is a correlation with the cultural dominance of the Virgin Mary figure. This paper analyzes Semana Santa’s, especially Tuan Ma procession phenomenon as the main indicator of Larantuka society’s exclusive appreciation and perception background toward the Virgin Mary and try to seek, Larantuka people as Lamaholot ethnic have a local wisdom called Lewotana covering all the values they embrace and implement, including the value in their religious system. The phenomenon of the cultural system religion of Larantuka society alteration from Lera Wulan Tanah Ekan and Lewotana into Catholic culture only occurs at the level of social behavior and artifacts, the idea of the value of the sacred women figure who is considered as a representation of the universe still exist in the cognitive nature of Larantuka society with the figure of the Virgin Mary as a substitution process media of feminist value along with symbol as place’ meaning to the admiration and respect to woman figure, especially mother. Keyword Tuan Ma, Semana Santa, Akulturasi, Kearifan Lokal, Feminisme. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 129 A. PENDAHULUAN Ritual prosesi perarakan patung Tuan Ma bagi masyarakat Larantuka, Flores Timur sangat istimewa. Proses itu memuat dua nilai sekaligus. Pertama, nilai iman Katolik. Kedua, nilai kearifan lokal, yaitu penghormatan kepada sosok ibu atau perempuan. Sosok Bunda Maria dan perempuan begitu eksklusif bagi masyarakat Kota Larantuka. Hal itu nampak dalam ritual Semana Santa yang datang dari iman Katolik yang mereka anut. Di sisi lain, sistem religi pra-Katolik etnis Lamaholot, yaitu Lewotana dan Lera Wulan Tanah Ekan yang memandang sosok perempuan sebagai representasi alam semesta, memiliki andil dalam terbentuknya dominasi kultural sosok Bunda Maria tersebut. Sebelum datangnya budaya Katolik, masyarakat Larantuka sebagai etnis Lamaholot memiliki nilai budaya dengan Ritual prosesi perarakan patung Tuan Ma bagi masyarakat Larantuka, Flores Timur sangat istimewa. Proses itu memuat dua nilai sekaligus. Pertama, nilai iman Katolik. Kedua, nilai kearifan lokal, yaitu penghormatan kepada sosok ibu atau perempuan. Sosok Bunda Maria dan perempuan begitu eksklusif bagi masyarakat Kota Larantuka. Hal itu nampak dalam ritual Semana Santa yang datang dari iman Katolik yang mereka anut. Di sisi lain, sistem religi pra-Katolik etnis Lamaholot, yaitu Lewotana dan Lera Wulan Tanah Ekan yang memandang sosok perempuan sebagai representasi alam semesta, memiliki andil dalam terbentuknya dominasi kultural sosok Bunda Maria tersebut. Sebelum datangnya budaya Katolik, masyarakat Larantuka sebagai etnis Lamaholot memiliki nilai budaya dengan sebutan Lewotana dan Lera Wulan Tanah Ekan yang mencakup segala nilai yang mereka anut dan implementasikan, termasuk nilai kearifan lokal dalam sistem religi mereka. Prosesi ritual Semana Santa, terutama perarakan patung Tuan Ma menjadi indikator utama dominasi Bunda Maria dan perempuan pada masyarakat Larantuka. Berdasarkan wawancara dengan Agustinus Siswani Iri, seorang imam Katolik yang bertugas di Larantuka sekaligus penutur bahasa Lamaholot wawancara dilaksanakan di Bandung pada 12-13 Oktober 2019, Tuan Ma berasal dari kata Ema, yang dalam bahasa Lamaholot bahasa tua Larantuka memiliki makna perempuan terhormat atau perempuan baik-baik. Berdasarkan wawancara dengan Agustinus Siswani Iri, seorang imam Katolik yang bertugas di Larantuka sekaligus penutur bahasa Lamaholot wawancara dilaksanakan di Bandung pada 12-13 Oktober 2019, Tuan Ma berasal dari kata Ema, yang dalam bahasa Lamaholot bahasa tua Larantuka memiliki makna perempuan terhormat atau perempuan baik-baik. Abdul Munir Mulkhan, “Pembelajaran Filsafat Berbasis Kearifan Lokal,” Jurnal Filsafat Agustus 2007, 145 Kearifan lokal local wisdom atau local genius merupakan representasi dan ekspresi pengalaman panjang warga biasa dalam mengelola dan mengatasi berbagai persoalan hidup yang dijalani setiap hari atau pun hari-harinya yang panjang. Kearifan lokal ini meliputi segala aspek kehidupan dari ekonomi, sosial, politik, kesehatan, hingga ketuhanan. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 130 Tulisan ini memaparkan dua rumusan masalah. Pertama, mengungkapkan bagaimana jalannya prosesi ritual Semana santa yang secara tersirat mengandung nilai feminisme. Nilai tersebut terepresentasi dalam sosok Bunda Maria. Deskripsi prosesi ritual itu sekaligus juga mengungkapkan secara singkat sejarah perkembangan Semana santa yang berkaitan dengan proses akulturasibudaya Lamaholot dengan iman Katolik. Kedua, mengungkapkan bentuk-bentuk dominasi kultural sosok Bunda Maria yang dilatarbelakangi karakteristik dan nilai kearifan lokal Lamaholot pra-Katolik yang feminis. Fenomena perubuhan sistem budaya-religi masyarakat Larantuka dari Lewotana dan Lera Wulan Tanah Ekan menjadi budaya Katolik hanyalah terjadi pada tataran perilaku sosial dan artefak, gagasan mengenai nilai akan sakralnya sosok perempuan yang dianggap sebagai representasi alam semesta tetap eksis dalam alam kognitif masyarakat Larantuka dengan figur Bunda Maria sebagai media proses substitusi nilai feminis tersebut serta simbol sebagai tempat’ makna atas penghormatan terhadap sosok perempuan, khususnya ibu. B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Data Larantuka Larantuka adalah sebuah kota kecamatan yang termasuk daerah administrasi Kabupaten Flores Timur Flotim. Administrasi Daerah dan Kependudukan pembentukan Kabupaten Flotim terjadi pada 20 Desember 1958, yaitu bersamaan dengan ditetapkannya Undang-undang UU No. 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, NTB, dan NTT. Letak geografis Kabupaten Flores Timur adalah pada 8°04’-8° 40’ LS dan 122° 38’-123° 20’ BT. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Sawu. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lembata. Sebelah Barat berbatasan dengan Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta Radar Jaya Offset, 1979, 248 Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Menurut Honigmann dalam Koentjaraningrat 1979, 186-188 ada tiga gejala kebudayaan’, yaitu ideas gagasan, activities aktivitas, dan artifacts artefak. Artefak adalah wujud total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. William A. Haviland, Antropologi Jilid 2 Jakarta Erlangga, 1985, 46 Substitusi adalah bagian dari proses akulturasi yang terjadi saat unsur-unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti oleh yang memenuhi fungsinya dengan perubahan struktural yang tidak berarti. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 131 Kabupaten Sikka. Sebagai sebuah Kabupaten kepulauan, Kabupaten Flores Timur memiliki beberapa selat. Antara lain, Selat Lewotobi yang terletak antara Pulau Solor dan Pulau Flores bagian Timur, Selat Gonsalu yang terletak antara Pulau Flores Bagian Timur dengan Pulau Adonara, dan Selat Solor yang terletak antara Pulau Adonara dan Pulau Solor. Gambar 1 Peta Kabupaten Flores TimurSelama kurun waktu 50 tahun terakhir ini sudah beberapa kali terjadi pemekaran wilayah di Kabupaten Flotim. Menurut Provinsi NTT dalam Angka 2006, Kabupaten Flotim yang terdiri atas 13 kecamatan dan 219 desa kelurahan mencakup wilayah seluas km2 atau sekitar 3,83% dari km2 keseluruhan luas daratan Provinsi NTT. Dengan tiga pulau besarnya – Flores Timur Daratan, Pulau Adonara, dan Pulau Profil Kantor Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur Tahun 2014, 1-2. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Dewan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian World Food Programme, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur tahun 2015, 171. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 132 Solor – kepadatan penduduk Kabupaten Flotim tergolong tinggi di antara kabupaten-kabupaten di NTT, yaitu tertinggi keempat. Di dalam lingkup Kabupaten Flotim sendiri, Pulau Adonara merupakan wilayah terpadat, disusul Pulau Solor. Kepadatan penduduk Flores Timur Daratan tergolong rendah. Merujuk pada sebaran penduduk Kabupaten Flotim terlihat bahwa Kecamatan Ile Boleng 273 orang/km2 di bagian Timur Pulau Adonara justru merupakan kecamatan terpadat, bahkan lebih padat daripada Kecamatan Larantuka 265 orang/km2 dan Kecamatan Adonara Timur 231 orang/km2. Tiga kecamatan yang paling rendah kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Titihena, Kecamatan Tanjung Bunga, dan Kecamatan Wulanggitang, yaitu masing-masing 55 orang/km2, 55 orang/km2, dan 63 orang/km2. Dari jumlah penduduk itu, terutama di Kecamatan Larantuka, penduduk beragama Katolik menjadi mayoritasnya 78%. Oleh karena itu, tradisi setempat, terutama di Larantuka banyak dipengaruhi iman Katolik. 1. Tradisi Prosesi Tuan Ma dalam Semana Santa Bagi masyarakat Larantuka yang mayoritas penganut iman Katolik, Semana Santa atau Pekan Suciadalah waktu yang istimewa. Aktivitasnya dimulai pada hari Rabu sesudah Minggu Palma, yang disebut dengan nama Rabu Trewa. Malam hari sesudah doa dan Ibadat Lamentasi ratapan Yeremia, penduduk Larantuka, membuat kegaduhan dengan bunyi-bunyian dan teriakan trewa’. Teriakan ini mengantisipasi suasana kegaduhan peristiwa Yesus yang ditangkap pada keesokan harinya. Sesudah itu mulai masa tenang Semana Santa. Pada hari ini juga penduduk mengadakan kegiatan tikam turo, yaitu mendirikan pagar bambu yang akan dipergunakan sebagai tempat mengikat lilin yang menjadi penerang jalan di sepanjang tiga kilometer jalur prosesi Jumat Agung. Congregatio Pro Cultu Divino, Litteræ Circulares De Festis Paschalibus Præparandis et Celebrandis Roma, 16 Januari 1988, 14 Pekan Suci adalah pekan terakhir dalam Masa Prapaskah atau sepekan sebelum Hari Raya Paskah. Dalam Pekan Suci, Gereja merayakan misteri keselamatan yang diwujudkan oleh Yesus Kristus sebagai Mesias pada hari-hari terakhir hidup-Nya, ketika Ia memasuki Yerusalem. Rufin Kedang, Tradisi Semana Santa di Larantuka Flores Melbourne Oakleigh South, 2017, 2-3. Rabu Trewa adalah alih bahasa dari bahasa Portugis Quarta-feira de trevas’. Artinya, Rabu yang gelap karena tidak lama lagi akan mulai penderitaan Yesus Kristus. Teks kitab Ratapan 14 – Jalan-jalan ke Sion diliputi dukacita, karena pengunjung-pengunjung perayaan tiada; sunyi senyaplah segala pintu gerbangnya, berkeluh kesahlah imam-imamnya; bersedih pedih dara-daranya; dan dia sendiri pilu hatinya. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 133 Aktivitas pada Kamis Putih adalah pembukaan peti patung Tuan Ma Bunda Maria dan patung Tuan Ana Yesus Kristus. Kedua patung itu selama setahun tersimpan di kapelnya masing-masing dan petugas khusus yang diangkat melalui sumpah. Patung Tuan Ma diberi pakaian perkabungan berupa mantel beludru hitam, ungu, atau biru. Sesudah itu umat mendapat kesempatan untuk berdevosi dan berdoa. Selama hari itu juga masing-masing suku penduduk Larantuka sibuk menyelesaikan penataan armida-armida, yaitu delapan tempat perhentian selama prosesi Jumat Agung. Gambar 2 Patung Tuan MaJumat Agung adalah puncak perayaan Semana Santa yang juga dikenal dengan nama upacara Sesta Vera. Secara lengkap puncak prosesi sepanjang Jumat Agung berlangsung dalam tahap-tahapan berikut ini. Armida ini melambangkan perhentian Jalan Salib via dolorosa, yaitu upacara yang mengenang perjalanan penderitaan Yesus ke puncak Golgota. Tradisi Katolik mengenal 14 titik penderitaan Yesus. Akan tetapi, di Larantuka hanya ada delapan titik yang melambangkan perjalanan Yesus Kristus dari kelahiran hingga wafat-Nya. Ini sekaligus bentuk asimilasi lokal. Delapan armida itu melambangkan delapan suku paling berpengaruh yang dulu memiliki rumat adat tempat penyimpanan patung suci alias korke. diunduh pada Sabtu, 26 Oktober 2019 WIB. Sesta Vera adalah alih bahasa dari bahasa Portugis Sexta-feira’. Artinya, hari keenam atau Jumat. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 134 Tabel 2 Jadwal prosesi Tuan MaKapela Tuan Ma Kelurahan Larantuka Kapela Tuan Ana Kelurahan Lohayong Perarakan patung Tuan Meninu Kapela Meninu Kelurahan Sarotari – Armida II Keluarahan Pohonsirih Perarakan patung Tuan Misericordiæ Kapela Tuan Misericordiæ Kelurahan Pantebesar – Kapela Tuan Ana – Armida I Kelurahan Pohonsirih Perarakan patung Tuan Ma dan patung Tuan Ana Kapela Tuan Ana Kelurahan Lohayong – Kapela Tuan Ma Kelurahan Larantuka – Gereja Katedral Kelurahan Postoh Gereja Katedral Kelurahan Postoh Perarakan malam Jumat Agung Sabtu Santo Gereja Katedral Kelurahan Postoh mengelilingi kota Larantuka Upacara Jumat Agung mencapai klimaksnya pada prosesi di malam hari berkeliling kota Larantuka. Jarak tempuhnya sekitar 7,5 kilometer. Pagi hari usai upacara Jalan Salib, umat berkumpul di Kapel Tuan Meninu Kanak-kanak Yesus. Patung Kanak-kanak Yesus ditempatkan dalam sebuah perahu dengan tenda penutup atap dan didayung sejauh tiga kilometer menuju pantai Kuce tempat salah satu armida. Banyak sekali perahu dan kapal motor mengiringi pelayaran ini. Di pantai umat berjejal mengikuti prosesi laut ini. Prosesi Jumat Agung dimulai pada pukul delapan malam di Katedral Larantuka sesudah Ibadat Jumat Agung dan berakhir juga di Katedral Larantuka. Lilin-lilin menerangi jalan Agustina Angeliana Belang, Agustina Nurul Hidayati, Endratno Budi Santosa, “Arahan Pengembangan Wisata Religi Kegiatan Prosesi Jumad Agung Kota Larantuka,” Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011, 5-6. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 135 sepanjang jalur prosesi. Ribuan umat ikut dalam prosesi ini yang berlangsung selama empat atau lima jam. Mereka bukan hanya penduduk lokal melainkan juga para peziarah dari luar daerah. Bahkan, ada juga yang datang dari luar negeri. Menurut catatan panitia pada 2017, ada peziarah dari luar Larantuka yang hadir. Yang diusung dalam perarakan itu adalah patung Tuan Ana Yesus Kristus diikuti patung Tuan Ma Bunda Maria. Bunda Maria digambarkan menjemput dan selanjutnya mengikuti anaknya, Yesus dalam perjalanan salib-Nya. Mengawali iringan, seseorang yang berjalan di depan menabuh genderang perkabungan. Genderang ini disebut genda do dengan ritme tertentu. Bunyi ketukannya menimbulkan perasaan gamang. Setelah itu, anak-anak membawa salib hitam dan serai dua lilin besar. Di belakangnya, satu rombongan membawa lukisan rangka manusia. Namanya, gian de morti. Lukisan ini menyimbolkan godaan setan sepanjang masa. Di rombongan ini ada juga dayabu atau tangan-tangan setan dengan makna yang sama dengan lukisan itu. Selanjutnya adalah rombongan anak-anak yang membawa alat-alat penyengsara Yesus, yaitu krenti rantai, krona spina mahkota duri, tiga batang paku besar dan alat penusuk, tongkat dan bunga karang yang dipakai untuk mencelup cuka yang diminumkan kepada Yesus supaya dapat mati dalam kondisi tak sadar, dan lembing yang merobek lambung Yesus. Selain itu, ada juga tempayan. Tempayan ini melambangkan sifat kemunafikan Pontius Pilatus, wakil pemerintahan Romawi di Yerusalem yang menyerahkan Yesus kepada orang-orang Yahudi yang menyiksanya. Ada pula papan tripleks berbentuk ayam. Ini adalah lambang Petrus, murid Yesus yang sempat menyangkal Yesus setelah gurunya itu ditangkap. Di belakang iring-iringan itu merayap rombongan inti. Peti mati yang berisi patung Tuan Ana dipikul Lakademu, yaitu petugas dengan muka tertutup kain dan topi Teks Yohanes 192-3 – Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala Yesus. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju ke depan mereka berkata “Salam, hai raja orang Yahudi!” Lalu mereka menampar muka-Nya. Teks Yohanes 1934 – Tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung Yesus dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air. Teks Matius 2724 – Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata “Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; Itu urusan kamu sendiri!” Teks Matius 2674 – Maka mulailah Petrus mengutuk dan menyumpah “Aku tidak kenal orang itu.” Dan pada saat itu berkokoklah ayam. diunduh pada Sabtu, 19 Oktober 2019 WIB. Jeverson Peri Maran, “Etnomatemaika dalam Ritus Agama Katolik Larantuka,” Prosiding Sendika 2019, 479 Empat orang yang yang bertugas memikul patung Tuan ana atau YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 136 berbentuk kerucut panjang yang dalam tradisi Iberia adalah para penitens yang melaksanakan aksi tobat. Lakademu ini merupakan orang khusus yang identitasnya dirahasiakan. Yang mengetahuinya hanya raja dan beberapa orang panitia yang ikut menyeleksi. Di belakang patung Tuan Ana ada sejumlah perempuan berpakaian kabung hitam yang melambangkan Perempuan-perempuan Yerusalem yang meratapi Yesus. Patung Tuan Ma dipikul beberapa anggota Konfreria persaudaraan, yaitu para petugas gereja yang sudah ratusan tahun keberadaannya. Merekalah yang mempertahankan tradisi dan kelangsungan Gereja Katolik di Larantuka, secara khusus pada masa tidak adanya imam dalam waktu yang panjang. Tuhan Yesus. Istilah ini merupakan pelafalan lokal dari Nikodemus, salah seorang yang menurunkan jenazah Yesus dari Salib. Namanya terdapat dalam teks Yohanes 1939 – Juga Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, kira-kira limapuluh kati beratnya. Hershey H. Friedman, The Power of Repentance Penitents Baalei Teshuvah of the Talmud and Midrash New York Brooklyn College, 2018, 3 The term baal teshuvah plural is baalei teshuvah literally means master of return’, one who returned to God after being a sinner. Pakaian seperti ini dipakai juga oleh penitents dalam upacara Semana Santa di Portugal dan Spanyol. diunduh pada Kamis, 17 Oktober 2019 WIB. Teks Lukas 2327-28 Sejumlah besar orang mengikuti Yesus. Di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” Sánchez López, Muerte y confradias de passion en la Málaga del siglo XVIII. La imagen procesional del Barroco y su proyección en las mentalidades Málaga Universidad de Málaga 1990, 29 Istilah itu bisa diterjemahkan sebagai konfraternitas. Istilah ini menunjuk pada asosiasi keagamaan pertama dengan karakter dan denominasi persaudaraan yang terdaftar dalam dokumentasi yang sesuai dengan abad kesebelas di semenanjung Iberia Spanyol dan Portugal. Konfreria adalah serikat orang awam yang membantu misionaris Portugis. Mereka bukan imam. pemebentukannya tercatat dalam Conggregatio de Propaganda Fide yang dibentuk Paus Gregorius XV pada 1622. Konfrefia dibentuk supaya masyarakat Larantuka tak bergantung pada misionaris Portugis. Dalam sejarah terbukti, Konfreria sanggup menanggung beban itu. Saat misionaris Portugis meninggalkan Flores dan Pulau Timor pada 1770-an, setelah kolonial Belanda yang menganut Calvinis mengambil alih Larantuka, para anggota Konfreria berhasil mempertahankan prosesi Tuan Ma hingga bertahan saat ini. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 137 Gambar 3 Lakademu seusai melakukan prosesi di depan Kapel Tuan Ana, Larantuka, NTT, pada Jumat 25/3. Lakademu adalah orang yang bertugas memandu Keranda Patung Tuan Ana selama prosesi perarakan pada Malam Jumat Agung. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono. Prosesi malam ini menyinggahi delapan armida. Di tiap armida acara meliputi Pentakhtaan Salib, Pembacaan Injil, Doa Tanggapan, dan menyanyikan kidung O Vos’dan Signor deo’. Kidung Signor deo’ dibawakan koor laki-laki dan perempuan. Sedangkan kidung O Vos’ dibawakan penyanyi tunggal solis seorang perempuan yang sambil bernyanyi secara perlahan membuka gulungan gambar Yesus yang bermahkota duri. Penyanyi perempuan itu melambangkan Veronikayang mengusap wajah Yesus diunduh pada Sabtu, 26 Oktober 2019 WIB. Teks lengkap lagu itu diambil dari kitab Ratapan 112 dan dinyanyikan dalam bahasa Latin. “O vos omnes qui transitis per viam attendite et videte si est dolor sicut dolor meus” “Hai kamu sekalian yang melintas di jalan, perhatikanlah dan lihatlah apakah ada duka seberat dukaku”. Santa Veronika abad I adalah seorang perempuan yang mengusap wajah Yesus yang sedang berlumuran darah dengan kerudungnya sehingga wajah Yesus tergambar di kerudungnya. Sebenarnya nama perempuan itu tidaklah diketahui. Di dalam tradisi gereja, ia disebut Veronika sebab dalam bahasa Latin Veronika’ berarti gambar nyata’. Nama itu dikenakan pada perempuan tersebut karena wajah Yesus tergambar di kerudungnya. Veronika dihormati sebagai santa karena ketulusannya dalam meringankan beban Yesus yang sedang menderita di dalam perjalanan menuju penyaliban di Golgota. Dikisahkan bahwa setelah peristiwa tersebut Veronika menjadi seorang Kristen. Sebelum meninggal, ia memberikan kerudung berlumuran darah yang bergambar wajah Yesus itu kepada Paus Klemens. Teks Kitab Suci tidak mencantumkan namanya secara eksplisit. Sejumlah ahli mengatakan bahwa nama Veronika secara implisit terdapat dalam teks Matius 920 – Pada waktu itu seorang perempuan yang sudah duabelas tahun lamanya YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 138 yang berdarah dengan kerudungnya sehingga wajah Yesus tergambar di kerudung Veronika true image. Yang menarik juga dalam kegiatan prosesi ini adalah kehadiran para Remaja Masjid yang bertugas sebagai penjaga keamanan di sekitar katedral. 2. Riwayat Patung Tuan Ma Kepercayaan terhadap Tuan Ma berawal lima abad lampau. Berdasarkan penelitian dan sejumlah sumber tertulis dalam bahasa Belanda dan Portugis, patung Tuan Ma ditemukan pada sekitar 1510 di Pantai Larantuka. Diduga, patung itu terdampar saat kapal Portugis atau Spanyol karam di Larantuka. Konon, saat itu seorang anak laki-laki bernama Resiona menemukan patung berwujud perempuan saat mencari siput di Pantai Larantuka. Kala itu, Resiona mengaku melihat perempuan cantik. Ketika ditanya nama serta dari mana datangnya, perempuan tersebut hanya menunduk lalu menulis tiga kata yang tak dipahami Resiona di pasir pantai. Setelah itu, saat mengangkat mukanya, rupa perempuan itu berubah menjadi patung kayu. Ketiga kata yang ditulis itu lalu dibuatkan pagar batu supaya tidak terhapus air laut. Sedangkan patung setinggi tiga meter tersebut langsung diarak keliling kampung, memasuki korke, rumah-rumah pemujaan milik setiap suku di sana. Kendati waktu itu masyarakat setempat belum mengenal patung tersebut, kepala kampung Lewonama, Larantuka, memerintahkan supaya patung disimpan di korke. Patung kemudian dihormati sebagai benda keramat. Penduduk memberi sesaji setiap perayaan panen. Masyarakat sekitar Larantuka menyebut patung itu sebagai Tuan Ma. Secara harafiah, Tuan Ma berarti tuan dan mama. Masyarakat Lamaholot menyebutnya, Lera Wulan Tanah Ekan. Artinya, Dewa Langit dan Dewi Bumi. Pada 1650, Raja pertama Larantuka Ola Adobala dibaptis dengan nama Don Andreas Martinho Diaz Vieira Gondinho. Ia menyerahkan Kerajaan Larantuka kepada Bunda Maria. Setelah itu pada 1665 putranya, Raja Don Gaspar I, mulai mengarak patung Maria menderita pendarahan maju dan mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya. Diunduh dari pada Kamis, 17 Oktober 2019 WIB. Koke Bale atau Korke merupakan rumah adat suku Lamaholot di Nusa Tenggara Timur. Istilah Koke Bale sendiri terdiri atas dua kata yakni koke atau boke yang memiliki arti titik pusat dan bale yang berarti tempat tinggal atau rumah. Sehingga, Koke Bale dapat bermakna rumah induk, rumah asal, atau rumah leluhur dari diunduh pada Kamis, 17 Oktober 2019 WIB. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 139 keliling Larantuka. Dalam perkembangannya, Raja Don Lorenzo I bersumpah kepada Maria atau Tuan Ma dengan memberi gelar tertinggi kepada Maria sebagai ratu orang Larantuka. Oleh karena itu, Larantuka disebut sebagai Kota Reinha bahasa Portugis atau Kota Ratu, Kota Maria. Tuan Ma kemudian diyakini sebagai Bunda Maria milik orang Larantuka. Devosi kepada Maria menjadi sentral hidup keluarga dan masyarakat Larantuka. Dalam hal ini, masyarakat Larantuka sangat memercayai adagium Latin, yaitu Per Mariam ad Iesum. Artinya, melalui Maria menuju kepada Yesus. Proses inkulturasipun terjadi antara kepercayaan masyarakat lokal, ajaran gereja, dan tradisi yang dibawa Portugis. 3. Perbedaan intensi prosesi Sebenarnya prosesi mengarak patung Maria berduka cita Maria Adolorata adalah ritual yang biasa dan wajar dilaksanakan di negara-negara berbudaya Katolik. Misalnya, Italia, Spanyol, dan Portugis. Akan tetapi, tentu saja masing-masing memiliki karakteristik. Karakteristik itu sangat dipengaruhi budaya setempat. Selain karakteristik, masing-masing prosesi juga memiliki penekanan yang berbeda. Salah satu contohnya adalah prosesi arak-arakan patung Maria berduka cita Maria Adolorata di Sisilia, Italia. Tekanan prosesi arak-arakan patung Maria Adolorata di Sisilia terletak pada ratapan. Hampir seluruh Gereja di Sisilia mengiringi arak-arakan jenazah Yesus dengan ratapan yang berasal dari daerah Rafadalli, Sisilia ini. Ratapan ini merupakan lagu arkaik yang melukiskan kesedihan Maria atas wafat Puteranya. Irama ratapan ini naik turun, nyaris mirip dengan alunan orang mengaji yang biasa terdengar dari pengeras suara masjid. Ratapan yang biasanya diteriakkan orang-orang lanjut usia ini merupakan salah satu wajah budaya Arab-Normandia yang masih tertinggal. Banyak umat, terutama yang lanjut usia mencucurkan air matanya saat mendengar lolongan ratapan tersebut. Saat ratapan menggema, dusun itu terasa sangat hening. Suara-suara cerewet dan celoteh Hans J. Daeng, Upaya Inkulturasi Gereja Katholik Di Manggarai dan Ngada, Flores Yogyakarta Disertasi UGM, 1989, 23 Inkulturasi adalah proses yang di dalamnya komunitas Gerejawi menghayati iman dan pengalamannya dalam konteks budaya sedemikian rupa, sehingga hal-hal itu tidak hanya terungkap dalam unsur-unsur budaya lokal, tetapi malahan menjadi kekuatan yang menyemangati, membentuk, dan dengan jelas memperbarui kebudayaan itu seolah-olah menjadi satu ciptaan baru. Sedangkan menurut Paus Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Redemptoris Missio AAS 83 1991, 300 Inkulturasi adalah transformasi mendalam dari nilai-nilai budaya asli yang diintegrasikan ke dalam kristianitas dan penanaman kristianitas ke dalam aneka budaya manusia yang berbeda-beda. Viktorahadi Pr., Tujuh Pengalaman Iman dari Tiga Negara Yogyakarta Kanisius, 2013, 127-128. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 140 manusia, semua binasa, seperti mobil yang mesinnya baru dimatikan. Senyap. Angin malam dan angin pagi yang berhembus turut membuat suasana terasa memilukan. Dusun dipenuhi genangan ratapan. Suasana sedih ini selaras dengan maksud atau intensi peringatan Jumat Agung, yaitu peringatan atau penghadiran kembali sengsara Yesus Kristus. Di dalam ibadat Jumat Agung perhatian utama jemaat yang mengikutinya terarah pada passio atau kisah sengsara Yesus. Secara teologis Konsili Trente menetapkan bahwa oleh kesengsaraan-Nya yang kudus pada kayu salib, Yesus memeroleh bagi manusia pembenaran. Sengsara itu sekaligus menekankan keunikan kurban Kristus sebagai pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya’. Dalam praktiknya, Gereja atau jemaat yang mengikuti ibadat Jumat Agung itu menghormati salib dengan menyanyikan “O crux, ave, spes unica! – Salam, o salib suci, engkaulah harapan dunia ini satu-satunya!”Singkatnya, dalam ibadat Jumat Agung yang biasa dirayakan jemaat Katolik di seluruh dunia, sosok utamanya adalah Yesus. Bunda Maria menjadi sosok sekunder dalam kapasitasnya sebagai pengantara kepada Sang Putera, yaitu Yesus itu sendiri. Ini seperti yang diungkapkan dalam adagium Latin, yaitu Per Mariam ad Iesum. Artinya, melalui Maria menuju kepada Yesus. 4. Kearifan lokal Larantuka Pada masyarakat atau jemaat Katolik Larantuka, nampaknya sosok Bunda Maria mendapat peran yang lebih sentral dalam ibadat Jumat Agung. Itu tercermin dalam prosesi perarakan patung Tuan Ma. Diduga kuat, hal ini dipengaruhi nilai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Larantuka. Selain budaya Katolik yang memang sangat menghormati Bunda Maria, ideologi mengenai sosok perempuan sebagai representasi alam semesta dalam nilai budaya etnis Lamaholot penghuni awal Larantuka yang dikenal dengan sebutan Lewotana menjadi temuan penting dalam mengkaji fenomena dominasi kultural sosok Bunda Maria. Sistem religi awal masyarakat Larantuka Lera Wulan Tana Ekan juga memiliki andil. Sistem religi itu memercayai adanya roh dan mahkluk gaib yang memengaruhi kehidupan manusia. Salah satunya adalah Tonu Wujo yang dipercaya Konsili Trente, Decretum de iustificatione DS 1529 Sua sanctissima passione in ligno crucis nobis iustificationem meruit. Surat kepada Orang Ibrani 59. Congregatio Pro Cultu Divino, Additio liturgica ad Hymnum Vexilla Regis’ Liturgia Horarum, editio typica Roma Typis Polyglottis Vaticanis, 1974, 313. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 141 sebagai dewi kesuburan. Etnis Lamaholot sangat mengagumi dan menghormati Tonu Wujo sebagai dewi kesuburan. Hal inilah yang menyebabkan mengapa hadirnya patung Tuan Ma Bunda Maria dulu dianggap sebagai kehadiran Tonu Wujo dalam bentuk lain. Sosok Bunda Maria memiliki implikasi yang masif pada masyarakat Larantuka. Hal ini nampak pada ideologi masyarakat lokal yang menjadikan Bunda Maria sebagai ratu pelindung Kota Larantuka. Sosok suci yang menjadi panutan bagi para perempuan Larantuka, khususnya ibu dalam menjalani kehidupannya. Indikasi dominasi sosok Bunda Maria dapat ditemukan dalam gagasan, perilaku sosial yang dilakukan dengan sadar maupun tidak, dan artefak pada konstruksi sistem sosio-kultural masyarakat Larantuka. Hal tersebut lebih nampak pada ritual Semana Santa yang memang secara eksplisit diselenggarakan sebagai rasa hormat terhadap sosok Bunda Maria. Konfreria atau Laskar Maria menjadi pihak penyelenggara utama sekaligus pelestari ritual ini. Fenomena perubahan dalam budaya masyarakat Larantuka dari pra-Katolik menuju Katolik hanyalah pada tataran perilaku sosial dan artefak. Jika dilihat dengan teliti, nilai budaya masyarakat Larantuka mengenai penghormatan terhadap sosok perempuan atau seorang ibu tidak berubah. Nilai tersebut tetap eksis yang secara simbolik terepresentasi oleh sosok Bunda Maria. Begitu kuat kebaktian masyarakat Larantuka kepada Bunda Maria sehingga Raja Larantuka sendiri memberi gelar Maria Reinha Larantuka’ kepada Bunda Maria. Konsep ini lahir dari suatu pengalaman antropologis manusiawi bahwa seorang ibu memenuhi kebutuhan anaknya. Hubungan krusial tersebut lantas dikaitkan dengan hubungan antara manusia dengan alam. Bumi dan alam raya beserta isinya Mother Earth atau Mother Nature menyediakan kebutuhan-kebutuhan kehidupan manusia. Gagasan tentang suatu kosmos atau jagad yang hidup tersebut sejalan dengan sistem religi mereka, yaitu Lera Wulan Tanah Ekan. Lera Wulan berarti matahari-bulan’ lalu digabungkan menjadi satu kata yang berarti langit’. Sedangkan Tana Ekan berarti bumi’. Sistem kepercayaan mereka ini berangkat dari keyakinan dan kekaguman mereka akan adanya kekuatan yang dimiliki alam atau kosmos. Alam semesta dilihat sebagai Abima Narasatriangga, Purwadi, I Nyoman Dhana, “Dominasi Kultural Figur Bunda Maria Dalam Ritual Semana Santa Pada Masyarakat Larantuka, Flores Timur,” Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol November 2018, 937. Fransiskus Emanuel da Santo, Hari Bae di Nagi Tana – Pekan suci di Larantuka Larantuka Komisi Kateketik Keuskupan Larantuka, 2010, 33. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 142 sesuatu yang sakral sehingga dianggap memiliki jiwa atau roh. Mereka juga percaya bahwa benda-benda alam seperti batu atau pohon-pohon besar sebagai tempat tinggal roh-roh para leluhur mereka. Atas dasar nilai budaya Lewotana dan sistem religi Lera Wulan Tanah Ekan tersebut, orang Lamaholot sangat menghormati lingkungannya. Alam raya dipandang sebagai sesuatu yang sakral yang telah memberikan mereka kehidupan juga sebagai tempat roh-roh atau jiwa leluhur mereka yang sudah meninggal dunia. Keberlangsungan dan kebutuhan hidup mereka, termasuk kebutuhan papan-pangan-sandang dan lainnya berasal dari alam sekitar. Menurut Agustinus Iri, seorang imam Katolik yang bertugas di Larantuka, orang Lamaholot memandang sosok perempuan atau ibu itu sebagai manifestasi dari alam raya. Sedangkan figur laki-laki adalah representasi seorang raja atau pemimpin yang harus memperlakukan alam sekitarnya dengan bijaksana. Hal tersebut lalu berkorelasi dalam kehidupan suami-istri. Istri sekaligus seorang ibu yang secara ideal senantiasa menjadi sumber kehidupan’ anak dan juga suaminya. Etnis Lamaholot adalah masyarakat dengan orientasi berpikir yang feminis. Hal ini dapat ditegaskan dengan cerita rakyat folklore dan mitologi mereka mengenai manusia pertama, yaitu seorang perempuan bernama Watowele yang dikisahkan terlahir dari sebuah batu di Gunung Ile Mandiri. Gagasan tersebut merupakan bagian dari sistem religi etnis Lamaholot Lera Wulan Tanah Ekan. Kemudian diperkuat dengan adanya sosok supranatural yang bernama Tonu Wujo yang juga sosok perempuan. Tonu Wujo adalah sesosok dewi kesuburan yang disakralkan, disembah, dan diselenggarakan ritual baginya dalam kaitannya dengan sektor pertanian. Pada kelompok etnis Lio di kabupaten Ende, gadis ini dimitoskan sebagai pemberi padi bernama Ine Mbu atau Ina Pare. Sedangkan di Ata Baolangu, Lembata perempuan ini dikenal dengan Ina Peni dan di Tana Ai, Maumere dikenal sebagai Du’a Pare’ Wai NaluOktovianus Sila Wuri Subanpulo, “Pengaruh Budaya Lamaholot dalam Ruang Kota Larantuka,” Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Biro Penerbit Planologi Undip 3, September 2012, 251. Wawancara dilaksanakan di Bandung pada 12-13 Oktober 2019. Yoseph Yapi Taum, Kisah Watowele-Lia Nurat dalam Tradisi Puisi Lisan Flores Timur Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, 1997, 243-245. Kohl, Der Tod der Reisjungfrau, Mythen, Kulte und Alianzen in Einer Ostindonesischen Lokalkultur, Terjemahan Raran Tonu Wujo Aspek-aspek Inti Sebuah Budaya Lokal di Flores Timur oleh Paul Sabon Nama Maumere Penerbit Ledalero, 2009, 146. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 143 Menurut Agustinus Iri, terutama setelah hadirnya patung jelmaan Tonu Wujo yang sebenarnya adalah patung Tuan Ma di Larantuka, ikatan emosional dan psikologis antara orang Lamaholot dengan Tonu Wujo kuat dan intim. Eksistensi Tonu Wujo sangat krusial. Keadaan itu terus berlangsung hingga misionaris Portugis memperkenalkan Bunda Maria sekaligus menjelaskan bahwa patung jelmaan Tonu Wujo itu adalah patung Bunda Maria. Berkat kearifan lokal dalam diri sosok Tonu Wujo itu masuknya unsur budaya Katolik yang memiliki sosok Perawan Suci Maria tidak mengalami banyak hambatan. Kisah hidup Bunda Maria yang mengisahkan sifat-sifat mulianya pun mendukung proses penerimaan gagasan baru bagi etnis Lamaholot. Gagasan baru ini membentuk versi baru’ Tonu Wujo dalam wujud Bunda Maria. Gagasan baru itu semakin nampak dengan adanya fenomena patung Tuan Ma yang sebelum kedatangan para misionaris dianggap masyarakat pra-Katolik Larantuka sebagai jelmaan sosok Tonu Wujo. Pandangan ini mempermudah budaya Katolik masuk mensubstitusi sosok Tonu Wujo dengan Bunda Maria. Substitusi itu semakin mudah berkat citra Bunda Maria yang penuh dengan kasih sayang, ketabahan, dan penuh perjuangan, selaras dengan dengan nilai kearifan lokal budaya Lamaholot yang sangat feminis. Sebenarnya nilai kearifan lokal budaya Lamaholot yang sangat feminis ini dapat dipandang sebagai praktik-praktik maternal yang didasarkan pada kepentingan merawat dan membesarkan. Tujuan dari praktik-praktik maternal ini bukanlah dominasi dan penaklukan, melainkan mengadakan keseimbangan dalam relasi, melakukan perawatan, penumbuhan, dan pengembangan. Dalam praktik-praktik maternal, anak tidak dilihat sebagai suatu dualisme seperti yang dikemukakan teori Descartes, yaitu adanya badan fisik dan adanya mind jiwa-rohani. Akan tetapi, bagi intuisi maternal, badan dan mind atau jiwa seorang anak merupakan kesatuan dengan dirinya yang berdasarkan maternal spirit yang terus hidup dan berkembang, pendasaran moral dan nilai-nilai maternal dapat menyelesaikan hal-hal penting. Misalnya, kekerasan dan ketidakadilan yang sering dijumpai dalam konflik atau peperangan, baik di tingkat domestik maupun publik. Andrea Nye, Philosophy and Feminism New York Twyne Publishers, 1995, 49. Sara Ruddick, “Maternal Thinking,” Women and Values, Marilyn Pearsall ed. California Wadsworth Publishing Company, 1993, 396. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 144 Menurutnya, maternal thinking menebarkan harapan dan kedamaian. Nilai-nilai filosofis inilah yang terdapat dalam kearifan lokal masyarakat Larantuka yang feminis. C. SIMPULAN Prosesi perarakan patung Tuan Ma yang adalah bagian dari Semana Santa menjadi sarana pengungkapan dua nilai yang dimiliki masyarakat Larantuka, yaitu nilai iman atau religiusitas dan nilai kearifan lokal pra-Katolik yang feminis. Hal itu terjadi dalam proses akulturasi budaya, tradisi iman Katolik merasuki nilai kearifan lokal setempat. Nilai kearifan lokal yang menempatkan sosok perempuan dalam diri Tonu Wujo mendapat tempat yang pas dalam sosok Bunda Maria Tuan Ma. Kearifan lokal yang feminis ini menjadi pintu masuk bagi sosok Bunda Maria. Pandangan ini mempermudah budaya Katolik masuk mensubstitusi sosok Tonu Wujo dengan Bunda Maria. Substitusi itu semakin mudah berkat citra Bunda Maria yang penuh dengan kasih sayang, ketabahan, dan penuh perjuangan, selaras dengan nilai kearifan lokal budaya Lamaholot yang sangat feminis. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan intensi utama ritual Semana Santa atau Pekan Suci yang umum diyakini Gereja Katolik, terjadi pergeseran intensi penokohan. Gereja Katolik menempatkan Yesus sebagai tokoh atau sosok sentral dari ritual Pekan Suci atau Jumat Agung secara khusus. Sedangkan, jika dilihat dari praktik ritual, terutama prosesi perarakan patung Tuan Ma ditambah dengan pengaruh kearifan lokal yang feminis, nampaknya masyarakat Larantuka lebih menempatkan sosok Bunda Maria sebagai sentralnya. Dalam hal ini, prosesi perarakan patung Tuan Ma memberi tempat lebih sentral bagi kearifan lokal dibandingkan bagi nilai religiusitas. DAFTAR PUSTAKA Bachtiar, Palmira Permata. Sulton Mawardi. Deswanto Marbun. Iklim Usaha di Kabupaten Flores Timur Flotim Kajian Kondisi Perekonomian dan Regulasi Usaha. Jakarta Lembaga Penelitian SMERU, 2014. Bala, Kristoforus. Santa Maria Ratu Rosario sebagai Bintang Misi-Evangelisasi di Nusa Tenggara Malang Seri Filsafat dan Teologi, Vol. 25 No. Seri 24, 2015, 98-148. Belang, Agustina Angeliana. Agustina Nurul Hidayati. Endratno Budi Santosa. “Arahan Pengembangan Wisata Religi Kegiatan Prosesi Jumad Agung Kota Larantuka.” Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011, 1-10. Congregatio Pro Cultu Divino, Additio liturgica ad Hymnum Vexilla Regis’ Liturgia Horarum, editio typica. Roma Typis Polyglottis Vaticanis, 1974. _________________________ , Litteræ Circulares De Festis Paschalibus Præparandis et Celebrandis. Roma, 16 Januari 1988. da Santo, Fransiskus Emanuel. Hari Bae di Nagi Tana – Pekan suci di Larantuka. Larantuka Komisi Kateketik Keuskupan Larantuka, 2010. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 145 Daia, Willem. Menanggapi Harta Rohani Bersama Bunda Maria. Yogyakarta Yayasan Pustaka Nusatama, 2001. Daeng, Hans J. Upaya Inkulturasi Gereja Katholik Di Manggarai Dan Ngada, Flores. Yogyakarta Disertasi UGM, 1989. Friedman, Hershey H. The Power of Repentance Penitents Baalei Teshuvah of the Talmud and Midrash. New York Brooklyn College, 2018. Gusmão, Martinho G. da Silva. Menantikan Loro-sae Refleksi Peziarahan Gereja bersama Masyarakat Timor Timur. Malang Study Group Fraters Timor Timur, 1997. Haviland, William A. Antropologi Jilid 2. Jakarta Erlangga, 1985. Jebarus, E. 125 Tahun Gereja Katedral Larantuka. Maumere Penerbit Ledalero, 2011. Kedang, Rufin. Tradisi Semana Santa di Larantuka Flores. Melbourne Oakleigh South, 2017. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta Radar Jaya Offset, 1979. Kohl, Der Tod der Reisjungfrau, Mythen, Kulte und Alianzen in Einer Ostindonesischen Lokalkultur, Terjemahan Raran Tonu Wujo Aspek-aspek Inti Sebuah Budaya Lokal di Flores Timur oleh Paul Sabon Nama. Maumere Penerbit Ledalero, 2009. Konsili Trente, Decretum de iustificatione DS 1529. Maran, Jeverson Peri. “Etnomatemaika dalam Ritus Agama Katolik Larantuka.” Prosiding Sendika 2019, 473-480. Martasudjita, E. Ekaristi. Yogyakarta Kanisius, 2011. Mulkhan, Abdul Munir. “Pembelajaran Filsafat Berbasis Kearifan Lokal.” Jurnal Filsafat Agustus 2007, 133-149. Narasatriangga, Abima. Purwadi. I Nyoman Dhana. “Dominasi Kultural Figur Bunda Maria Dalam Ritual Semana Santa Pada Masyarakat Larantuka, Flores Timur.” Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol November 2018, 935-942. Nye, Andrea. Philosophy and Feminism. New York Twyne Publishers, 1995. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Dewan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian World Food Programme, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur tahun 2015. Profil Kantor Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur Tahun 2014. Ratri, Maria Monika. Doa-doa Devosi. Jakarta Obor, 2003. Ruddick, Sara. “Maternal Thinking,” Women and Values, Marilyn Pearsall ed.. California Wadsworth Publishing Company, 1993. Sánchez López, Muerte y confradias de passion en la Málaga del siglo XVIII. La imagen procesional del Barroco y su proyección en las mentalidades. Málaga Universidad de Málaga, 1990. Subanpulo, Oktovianus Sila Wuri. “Pengaruh Budaya Lamaholot dalam Ruang Kota Larantuka.” Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Biro Penerbit Planologi Undip 3, September 2012, 247-256. Taum, Yoseph Yapi. Kisah Watowele-Lia Nurat dalam Tradisi Puisi Lisan Flores Timur. Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, 1997. Viktorahadi Pr., Tujuh Pengalaman Iman dari Tiga Negara. Yogyakarta Kanisius, 2013. Yohanes Paulus II, Ensiklik Redemptoris Missio AAS 83 1991. YAQZHAN Volume 6, Nomor 1, Juli 2020 Bhanu Viktorahadi 146 Tautan internet diunduh pada Kamis, 17 Oktober 2019 WIB. diunduh pada Kamis, 17 Oktober 2019 WIB. diunduh pada Kamis, 17 Oktober 2019 WIB. diunduh pada Sabtu, 19 Oktober 2019 WIB. diunduh pada Sabtu, 26 Oktober 2019 WIB. diunduh pada Sabtu, 26 Oktober 2019 WIB. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Sila Wuri SubanpuloProvinsi Nusa Tenggara Timur NTT memiliki keragaman etnis dengan latar belakang bahasa, adat,budaya yang berbeda. Tersebar di seluruh wilayah NTT, masing-masing etnis tersebut masih terbagidalam berbagai suku/marga yang biasa disebut Klen. Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timurmerupakan bagian suku-bangsa Lamaholot. Di kota ini terdapat pengelompokan-pengelompokanpermukiman berbasis etnis yang terdiri dari Komunitas Lewo Waibalun, Lewo Lere, Lewo Balela, LewoLarantuka, dan Lewo Lebao. Komunitas tradisional ini mencakup level masyarakat kecil, menengah danatas, dan didasarkan pada kesamaan suku, agama, dan ras. Larantuka Sebagai bekas kota kerajaanLarantuka memiliki ciri identitas sebagai kampung tradisional Lamaholot yang pada masa lalu merupakankawasan yang dihuni oleh golongan kakang nuba pendamping raja. Seiring perubahan kehidupanmasyarakat seiring waktu, terjadi pula perubahan pada struktur dan pola hunian dan sarana prasaranayang merupakan elemen pembentuk struktur masyarakat Lamaholot di Larantuka. Perubahan lain juganampak pada berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat. Sebagai akibat dari proses perubahantersebut secara cepat atau lambat dikuatirkan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan permukimanbahkan dapat menghilangkan identitas sebagai kampung tradisional Lamaholot serta potensi historisKota Loro-sae Refleksi Peziarahan Gereja bersama Masyarakat Timor Timur. Malang Study Group Fraters Timor TimurMartinho G GusmãoDa SilvaGusmão, Martinho G. da Silva. Menantikan Loro-sae Refleksi Peziarahan Gereja bersama Masyarakat Timor Timur. Malang Study Group Fraters Timor Timur, Jilid 2. Jakarta ErlanggaWilliam A HavilandHaviland, William A. Antropologi Jilid 2. Jakarta Erlangga, Tahun Gereja Katedral Larantuka. Maumere Penerbit LedaleroE JebarusJebarus, E. 125 Tahun Gereja Katedral Larantuka. Maumere Penerbit Ledalero, 2011. Kedang, Rufin. Tradisi Semana Santa di Larantuka Flores. Melbourne Oakleigh South, de iustificatione DS 1529Konsili TrenteKonsili Trente, Decretum de iustificatione DS dalam Ritus Agama Katolik LarantukaJeverson MaranPeriMaran, Jeverson Peri. "Etnomatemaika dalam Ritus Agama Katolik Larantuka." Prosiding Sendika 2019, Kultural Figur Bunda Maria Dalam Ritual Semana Santa Pada Masyarakat Larantuka, Flores TimurAbima NarasatrianggaPurwadiNyoman DhanaNarasatriangga, Abima. Purwadi. I Nyoman Dhana. "Dominasi Kultural Figur Bunda Maria Dalam Ritual Semana Santa Pada Masyarakat Larantuka, Flores Timur." Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol November 2018, Provinsi Nusa Tenggara Timur Dewan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian World Food ProgrammeAndrea NyePhilosophyFeminismNye, Andrea. Philosophy and Feminism. New York Twyne Publishers, 1995. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Dewan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian World Food Programme, Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur tahun y confradias de passion en la Málaga del siglo XVIII. La imagen procesional del Barroco y su proyección en las mentalidadesJ A Sánchez LópezSánchez López, Muerte y confradias de passion en la Málaga del siglo XVIII. La imagen procesional del Barroco y su proyección en las mentalidades. Málaga Universidad de Málaga, 1990.
Kebesarandan keyakinan hati Maria dalam menjawab panggilan Allah menunjukkan bahwa Maria benar-benar sosok yang pantas. Ia tidak ragu sekalipun ia tidak tahu apa yang akan jadi kedepannya, ia yakin bahwa Allah akan tetap menyertainya. Santo Ireneus mengatakan "Ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. - Sedikit yang diketahui mengenai riwayat hidup Maria dari Perjanjian Baru. Dia adalah kerabat dari Elizabet, istri dari imam Zakaria anggota golongan imam Abia. Elizabet sendiri seorang keturunan Harun Maria bertempat tinggal di Nazareth di Galilea, kemungkinan bersama dengan kedua orang tuanya, dan sementara itu telah dipertunangkan dengan Yusuf dari Keluarga Daud. Para Apologis Kristen kadang-kadang menduga bahwa Maria, sebagaimana Yusuf, juga adalah seorang keturunan Raja Daud. Selama masa pertunangan mereka – yakni tahap pertama dalam pernikahan Yahudi; selama masa tersebut, pasangan yang dipertunangkan tidak diperbolehkan sama sekali untuk berduaan saja di bawah satu atap, meskipun sudah sah disebut suami isteri – Malaikat Gabriel mewartakan kepadanya bahwa dia akan menjadi ibu dari Mesias yang dijanjikan itu dengan cara mengandungnya melalui Roh Kudus. Ketika Yusuf diberitahukan mengenai kehamilan Maria dalam sebuah mimpi oleh "seorang malaikat Tuhan", dia terkejut; namun malaikat itu berpesan agar Yusuf tidak gentar dan mengambil Maria sebagai isterinya. Yusuf mematuhinya dengan secara resmi melengkapi ritus pernikahan itu. Karena malaikat telah memberitahukan Maria bahwa Elizabet, yang sebelumnya mandul, kini secara ajaib telah mengandung, Maria lalu segera mengunjungi kerabatnya itu, yang tinggal bersama suaminya Zakaria di sebuah kota Yudea "di daerah perbukitan" kemungkinan di Yuttah, bersebelahan dengan Maon, sekitar 160 km dari Nazareth. Begitu Maria tiba dan menyalami Elizabet, Elizabet dengan segera menyatakan Maria sebagai "ibu dari Tuhannya", dan atas pernyataan itu Maria menyanyikan sebuah kidung ungkapan syukur yang umum dikenal sebagai Magnificat. Tiga bulan sesudahnya, tampaknya segera setelah kelahiran Yohanes Pembaptis, Maria pulang ke rumahnya. Ketika kehamilan Maria sendiri makin membesar, tiba sebuah dekret dari kaisar Romawi Augustus yang menitahkan agar Yusuf dan sanak keluarganya pergi ke Betlehem, sekitar 80 atau 90 mil kurang lebih 130 km dari Nazareth, untuk mengikuti sensus. Ketika mereka berada di Betlehem, Maria melahirkan putera sulungnya; namun karena tidak ada tempat bagi mereka di penginapan tempat bernaung yang disediakan bagi orang-orang asing[,
DalamInjil Markus tercatat bahwa kepala pasukan itu berdiri berhadap-hadapan dengan Yesus (Mrk 15:39). Menjadi sangat takut - 27:54 Setelah Yesus wafat, terjadilah berbagai peristiwa-tanda (Mat 27:51-53). Dalam kisah ini, peristiwa yang paling menonjol, yaitu gempa bumi, disebut dengan jelas, sedangkan yang lain-lain disinggung secara umum saja.
Sengsara, Wafat, Kebangkitan dan Kenaikan Yesus adalah materi ke lima Pendidikan Agama Katolik Kelas X. Pada materi ini kita diajak untuk memahami pribadi Yesus Kristus yang rela menderita, sengsara, wafat, dan bangkit demi kebahagiaan manusia. Serta mampu meneladani pribadi Yesus Kristus yang rela menderita , sengsara, wafat, dan bangkit demi kebahagiaan manusia. Materi pembelajaran tentang Kebangkitan dan Kenaikan Yesus ke Surga cukup berat. Tetapi pemahaman tentang materi ini sangat penting, sebab merupakan dasar iman kristiani. Berkaitan dengan peristiwa kebangkitan Yesus, Perjanjian Baru mencatat dua peristiwa penting, yakni peristiwa makam kosong dan penampakan Yesus kepada para murid-Nya. Untuk dalam memahami Sengsara, Wafat, Kebangkitan dan Kenaikan Yesus, kita akan membaginya dalam 2 pokok bahasan, yaitu A. Kebangkitan Yesus B. Kenaikan Yesus Kristus ke Surga A. Kebangkitan Yesus Kabangkitan Yesus merupakan peristiwa besar yang terjadi kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Maka kita dapat memahami peristiwa tersebut merupakan peristiwa sejarah, dimana kubur yang telah kosong menjadi bukti nyata kabangkitan Yesus, serta penampakanNya sebagai manusia yang telah bangkit membuktikan peristiwa besar itu. Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa sejarah Perjanjian Baru menegaskan bahwa kebangkitan Yesus dari alam maut merupakan kejadian yang benar-benar terjadi dalam sejarah manusia dan sejarah keselamatan. Malahan Santo Paulus telah menulis kepada umat di Korintus sekitar tahun 56 “Yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; dan bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya” 1 Kor 153-4. Rasul Paulus berbicara di sini tentang tradisi yang hidup mengenai kebangkitan, yang ia dengar sesudah pertobatannya di depan pintu gerbang Damaskus bdk. Kis 93-18. Kubur kosong menandai Kristus yang bangkit Kitab Suci Perjanjian Baru menceritakan tentang makam kosong sebagai titik awal kisah kebangkitan Yesus. Tetapi kejadian makam kosong ini tidak langsung dengan sendirinya menjadi bukti tentang kebangkitan. Perempuan-perempuan yang melihat makam Yesus yang kosong, awalnya berpikir bahwa jenazah Yesus diambil orang bdk. Yoh2013; Mat 2811-15. Walaupun demikian, makam kosong itu adalah satu bukti yang sangat penting untuk semua orang. Dengan melihat kejadian makam kosong, dan melihat “kain kafan terletak di tanah” Yoh 206, maka mereka menjadi percaya bahwa Yesus benar-benar bangkit Yoh 208. Mereka akhirnya percaya, bahwa jenazah Yesus tidak diambil oleh manusia, dan bahwa Yesus tidak kembali lagi ke suatu kehidupan duniawi seperti Lasarus bdk. Yoh 1144. Yesus menampakkan Diri Kisah bahwa Yesus bangkit dikuatkan dengan kisah penampakan Yesus. Pertama kali Yesus menampakkan diri kepada Maria dari Magdala, Maria Ibu Yakobus dan Salome bdk. Mat 289-10; Yoh 2011-18. Merekalah saksi kebangkitan Yesus yang pertama kali. Sesudah itu Yesus menampakkan diri kepada Petrus, kemudian kepada kedua belas murid-Nya bdk. 1 Kor 155. Mengapa Kristus Bangkit? St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa ada lima alasan mengapa Kristus bangkit. Pertama, untuk menyatakan keadilan Allah. Kristus yang rela taat pada kehendak Allah, menderita dan wafat sudah selayaknya ditinggikan dengan kebangkitan-Nya yang mulia. Kedua, untuk memperkuat iman kita. Rasul Paulus menuliskan, “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” 1Kor 1514 Dengan kebangkitan-Nya, maka Kristus sendiri membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan, dan membuktikan bahwa kematian-Nya bukanlah satu kekalahan, namun merupakan satu kemenangan yang membawa kehidupan. Ketiga, untuk memperkuat pengharapan. Karena Kristus membuktikan bahwa Dia bangkit dan membawa orang-orang kudus bersama dengan-Nya, maka kita dapat mempunyai pengharapan yang kuat, bahwa pada saatnya, kitapun akan dibangkitkan oleh Kristus. Dan inilah yang menjadi pewartaan para rasul, seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus “Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?” 1Kor 1512. Bersama-sama dengan Ayub, kita dapat berkata “Tetapi aku tahu Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan- Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu.” Ayb 1925,27. Keempat, agar kita dapat hidup dengan baik. St. Thomas mengutip Rm 64, “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Dengan demikian, kebangkitan Kristus mengajarkan kita untuk senantiasa hidup dalam hidup yang baru, yaitu hidup dalam Roh. Kelima, untuk menuntaskan karya keselamatan Allah. Karya keselamatan Allah tidak berakhir pada kematian Kristus di kayu salib, namun berakhir pada kemenangan Kristus, yaitu dengan kebangkitan- Nya. Rasul Paulus menuliskan “yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.” Rm 425 B. Kenaikan Yesus Kristus ke Surga Selama empat puluh hari setelah kebangkitan, Yesus menampakkan diri kepada para muridNya. Selama itu, keadaanNya yang mulia masih terselubung dalam sosok tubuh seorang manusia biasa, sehingga para murid-murid-Nya dapat mengenali Dia bdk. Mrk 1612; Luk 2415; Yoh 2014-15; 214.Ia hadir di tengah mereka, makan dan minum bersama murid-murid-Nya bdk. Kis 1041 dan mengajarkan bdk. Kis 13 mereka mengenai Kerajaan Allah. Yesus mengakhiri kebersamaan dengan para muridNya dengan menyampaikan tugas perutusan untuk mewartakan Injil, dan menjanjikan kuasa Roh Kudus Kis 18 . “Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke Surga, lalu duduk di sebelah kanan Allah” Mrk 1619 Gereja mengimani bahwa Kristus naik ke Surga dengan tubuh dan jiwa-Nya. Hal itu disebabkan karena ke-Allahan-Nya, Yesus senantiasa berada bersama dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Dengan kenaikan-Nya ke Surga – dengan tubuh dan jiwa – maka Kristus untuk selamanya membawa persatuan kodrat kemanusiaan-Nya yang telah mulia bersama dengan ke-Allahan-Nya. Kenaikan Kristus ke Surga berbeda dengan pengangkatan Bunda Maria ke Surga. Bunda Maria diangkat ke Surga karena kekuatan Allah, sedangkan Kristus naik ke Surga karena kekuatan-Nya sendiri – karena Dia adalah sungguh Allah. Rasul Paulus menegaskan “Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.” Ef 410. Dengan demikian, Yesus naik ke Surga dan ditinggikan lebih tinggi dari segala sesuatu baik di bumi maupun di Surga, bahkan segala sesuatu diletakkan di bawah kaki Kristus lih. Ef 120-22. Kenaikan Yesus Kristus ke Surga, mempunyai makna bahwa Ia ditinggikan dengan setinggi-tingginya, hal itu diungkapkan dengan perkataan “Duduk di sebelah kanan Allah Bapa.” . “duduk di sisi kanan Bapa”mengandung makna bahwa Yesus Kristus sehakikat dengan Bapa dan kemuliaan dan kehormatan. Duduk di sebelah kanan Bapa berarti awal kekuasaan Mesias. Penglihatan nabi Daniel dipenuhi “Kepada- Nya diberikan kekuasaan, kemuliaan, dan kekuasaan sebagai raja. Segala bangsa, suku bangsa, dan bahasa mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya kekal dan tidak akan lenyap. Kerajaan-Nya tidak akan musnah” Dan 714. Sejak saat ini para Rasul menjadi saksi-saksi “kekuasaan-Nya”, yang “tidak akan berakhir” Syahadat Nisea-Konstantinopel. Makna Kebangkitan Bagi Kita Rasul Paulus menulis sebagai berikut “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” 1Kor 1517. Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa pengajaran dan termasuk klaim bahwa Dia sungguh Allah mendapatkan bukti yang kuat. Hal ini diperkuat bahwa janji akan kebangkitan Kristus telah dinubuatkan sebelumnya. Rasul Paulus menyatakan, “Dan kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua Anak- Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini.” Kis 1332-33 Dengan kebangkitan Kristus, maka terbukalah pintu masuk menuju kehidupan baru, yaitu hidup yang dibenarkan oleh Allah atau hidup yang penuh rahmat Allah. Dikatakan dalam Rm 64 “Supaya seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Hidup yang baru, yaitu hidup di dalam rahmat, memungkinkan kita untuk dapat menjadi saudara Kristus dan menjadi anak- anak Allah di dalam Kristus. Dan kepercayaan akan besarnya rahmat Allah ini, membuka harapan baru kepada kita, bahwa pada saatnya nanti, kitapun akan dibangkitkan bersama dengan Kristus dan kemudian hidup berbahagia untuk selama-lamanya bersama dengan Kristus dalam persatuan abadi bersama Allah Roh Kudus dan Allah Bapa. Makna Kenaikan Yesus Ke Surga Bagi Kita Berkat kenaikan Yesus ke Surga, maka Pertama, Kristus adalah Sang Pemimpin kita. Ia akan membawa serta kita semua yang percaya dan bergabung dengan Dia masuk dalam kemuliaan surgawi. Kristus adalah Kepala Gereja dan kita adalah Tubuh-Nya lih. Ef 523; bdk. Mik 213, maka kalau Kristus naik ke Surga dengan kodrat-Nya sebagai manusia dan Allah, maka kita sebagai anggota-anggota-Nya juga akan diangkat ke Surga dengan tubuh dan jiwa kita, sebagaimana yang telah Ia janjikan semasa hidup-Nya untuk menyediakan tempat bagi kita lih. Yoh 142. Kedua, Kristus menjadi Pengantara Kita pada Bapa. Berkat kenaikan Kristus ke Surga, kita dapat sepenuhnya mempercayai Kristus. Dia tidak hanya menjanjikan tempat di Surga, tetapi telah menunjukkan kepada para murid, Dia sendiri terlebih dahulu naik ke Surga. Dengan kenaikan-Nya ke Surga, maka Dia dapat menjadi Pengantara kita kepada Allah Bapa lih. Ibr 725, sehingga kita yang berdosa dapat mempunyai kepercayaan yang besar akan belas kasih Allah lih. 1Yoh 21. Ketiga, kita dipanggil untuk hidup berfokus hal-hal surgawi. Setelah kebangkitan-Nya dan sebelum kenaikan-Nya ke Surga, para rasul bertanya, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” Kis 16. Para rasul yang pada waktu itu masih belum mengerti secara penuh akan Kerajaan Allah, masih berharap bahwa setelah kebangkitan-Nya, Kristus akan memulihkan kejayaan Kerajaan Israel. Namun, dengan kenaikan Kristus ke Surga, maka Kristus sekali lagi menegaskan bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini namun dari Surga lih. Yoh 1836. Oleh karena itu, sebagai umat beriman, yang telah dibangkitkan bersama dengan Kristus – dengan Sakramen Baptis – senantiasa mencari perkara-perkara di atas, di mana Kristus ada yaitu di Surga lih. Kol 31. Dengan demikian kita tidak boleh berfokus pada perkara-perkara di bumi, melainkan pada perkara-perkara yang di atas atau hal-hal surgawi lih. Kol 32. Setelah membaca dan mempelajari materi diatas, kerjakan soal dibawah ini dan tulis jawabanmu di kolom yang disediakan! Tags PAKatPAKat X NJ79L. 56 406 291 6 326 474 367 454 288

kisah bunda maria setelah yesus wafat