Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Editor I Wayan Putra YasaI Gusti Made Arya Suta WirawanR. Ahmad Ginanjar PurnawibawaSEJARAHKEBUDAYAAN LOKALDI ERA GLOBALISASIPenerbit Lakeisha2021 SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKALDI ERA GLOBALISASIEditor I Wayan Putra YasaI Gusti Made Arya Suta WirawanR. Ahmad Ginanjar PurnawibawaLayout Yusuf Deni Kristanto, Cover Tim LakeishaCetak I Oktober cm × 23 cm, 227 halamanISBN 978-623-5536-52-1Diterbitkan oleh Penerbit LakeishaAnggota IKAPI No. 181/JTE/2019RedaksiSrikaton, Rt. 003, Rw. 001, Pucangmiliran,Tulung, Klaten, Jawa TengahHp. 08989880852, Email penerbit_lakeisha Cipta dilindungi Undang-UndangDilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dandengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit DAFTAR ISIKATA PENGANTAR.................................................................... vDAFTAR ISI.................................................................................viiIndigenous History And Knowledge Sebagai Living MuseumUntuk PembelajaranNana Supriatna.................................................................................1Salam Mamula Representasi Ekofeminism dalam GerakanLingkungan Pemuda Kayoman, PedawaLuh Putu Sendratari, I Ketut Margi............................................... 19Mendorong Perpustakaan Mengelola dan MenyediakanAkses ke Indigenous Knowledge Apa Strateginya?Jonner Hasugian, Santana Sembiring............................................39Desa Mawa Cara-Negara Mawa Tata Kasus Ngaben Adatdi Desa Bali AgaI Made Pageh, I Wayan Pardi........................................................69 RARUD KE ALAS CEKIKDesak Made Oka Purnawati.......................................................... 96Integrasi Sosial Antar Agama Dalam Subak Studi KasusSubak Pancoran Kecamatan Sukasada KabupatenBulelengKetut Sedana Arta........................................................................ 121Tri Hita Karana sebagai Local Genius orang Bali untukPenguatan Integritas Generasi Milenial IndonesiaI Wayan Putra Yasa......................................................................141Restorasi Dan Kebertahanan Local Genius Di EraNew NormalI Gusti Made Arya Suta Wirawan................................................ 157Peluang dan Tantangan Digitalisasi Warisan Budaya Bendadan Tak Benda sebagai Upaya Pelestarian Budaya IndonesiaR. Ahmad Ginanjar Purnawibawa, I Gusti Made Arya SutaWirawan, Santana Sembiring.......................................................176Layanan Digital Perpustakaan Universitas Atma JayaYogyakarta UAJY Pada Masa PandemiAgung Nugrohoadhi..................................................................... 195Aplikasi Desain Thinking di Perpustakaan PendekatanInovasi Yang Belum DimaksimalkanSantana Sembiring....................................................................... 212 Rekonstruksi Budaya Konsumsi Beauty Queen MelaluiBeauty CampAchmad Reza Yuanda.................................................................. 221 176SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIPeluang dan Tantangan Digitalisasi Warisan Budaya Bendadan Tak Benda sebagai Upaya Pelestarian Budaya IndonesiaR. Ahmad Ginanjar Purnawibawa¹, I Gusti Made Arya SutaWirawan², Santana Sembiringᵌ¹Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas PendidikanGanesha²Program Studi Pendidikan Sosiologi, Universitas PendidikanGaneshaᵌProgram Studi Perpustakaan, Universitas Pendidikan GaneshaPendahuluanerkembangan teknologi digital dewasa ini memberikanpeluang dan kesempatan bagi semua masyarakat Indonesiauntuk terlibat aktif dalam pelestarian warisan peralatan dokumentasi yang terjangkau bagipublik, seperti kamera digital dan telepon genggam yang semakincanggih dan hampir dimiliki semua orang, membuat prosesdokumentasi seharusnya menjadi lebih mudah. Mengingat sifat dariwarisan masa lalu yang umumnya rapuh dan terbatas, upayapelestarian melalui dokumentasi ini menjadi semakin penting sebagai bagian dari pelestarian danpemajuan kebudayaan juga sudah diatur di dalam Undang-UndangNomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Undang-UndangNomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentangPemajuan Kebudayaan, pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa setiaporang dapat melakukan pendokumentasian Objek Pemajuan 177SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIKebudayaan, sementara pada ayat 2 disebutkan bahwapemerintah memiliki peran memfasilitasi setiap orang untukmelakukan pencatatan dan pendokumentasian Objek PemajuanKebudayaan. Objek Pemajuan Kebudayaan yang dimaksud di siniadalah tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuantradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat,dan olahraga tradisional. Sementara untuk Undang-Undang Nomor11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, peraturan sedikit 92 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang men-dokumentasikan Cagar Budaya untuk kepentingan komersial tanpaseizin pemilik dan/atau yang menguasai. Cagar Budaya yangdimaksud di sini adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupabenda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang terdapat didarat atau air dan memiliki penting bagi demikian terdapat pembagian jenis objek yangdiatur dalam kedua peraturan tersebut, terdapat istilah ObjekPemajuan Kebudayaan dan Cagar Budaya yang merupakan produkhukum dan harus melalui serangkaian proses penetapan. Dalamtulisan ini, penulis akan menggunakan istilah warisan budaya, yangdapat diartikan sebagai keseluruhan warisan atau peninggalan masalalu suatu kelompok masyarakat dan dapat memiliki bentukkebendaan atau tak benda Logan, 2007. Berdasarkan bentuknya,warisan budaya dikelompokkan ke dalam dua kelompokSedyawati, 2002; Logan , 2007; Isa dkk, 2018. Yang pertama,warisan budaya yang bersifat kebendaan tangible heritage. Jeniswarisan budaya ini merupakan warisan budaya yang memilikidimensi bentuk, dapat dipegang secara fisik, dan biasanya memilikiaspek fungsi untuk mendukung kegiatan manusia. Sedyawati 2002membagi warisan budaya yang bersifat kebendaan ini, menjadi dua,yaitu yang dapat bergerak movable dan tidak dapat bergerakimmovable. Sementara kelompok warisan budaya kedua adalahwarisan budaya yang bersifat tak benda intangible heritage. Yang 178SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASItermasuk ke dalam kelompok ini adalah tradisi lisan, senipertunjukkan, ritual dan upacara, pengetahuan kelompokmasyarakat, dan keterampilan dalam mencipta. Kedua bentukwarisan budaya tersebut tentunya memerlukan metode dokumentasiyang 1 Pembagian Jenis Warisan Budaya diolah dariSedyawati, 2002Dokumentasi terhadap warisan budaya merupakan prosesyang komprehensif. Diperlukan perencanaan dan target yang jelas,sehingga tujuan dokumentasi dapat tercapai. Misalnya,dokumentasi terhadap warisan yang memiliki sifat kebendaan,dapat dilakukan hanya menggunakan kamera dengan hasil berupafoto digital atau cetak. Walaupun saat ini semakin berkembangtrend dokumentasi menggunakan teknik fotogrametri hinggapemindaian tiga dimensi, untuk mendapatkan hasil yang lebihkomplit. Namun kembali lagi, tujuan dari dokumentasi akanmenentukan keperluan alat dan biaya dalam pelaksanaannya. Disisi lain, dokumentasi terhadap warisan budaya tak benda jauhlebih rumit. Selain unsur visual, terdapat unsur audio yang harusdidokumentasikan. Dalam suatu seni pertunjukkan, seperti tari- 179SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASItarian dan wayang orang, dokumentasi yang dilakukan harus dalambentuk gambar bergerak video dan dilengkapi dengan rekamansuara, untuk menunjukkan keutuhan dari seni pertunjukkan dokumentasi ini merupakan bagian dari kampanyepelestarian warisan budaya di Indonesia dari berbagai 2009 menyebutkan terdapat dua kerusakan yang dapatterjadi pada warisan budaya, kerusakan fisik dan kerusakan faktor yang dapat diidentifikasi sebagai ancaman antaralain adalah; faktor manusia dan alam, tekanan pembangunan akibatlaju pertumbuhan penduduk, eksploitasi ekonomi, pembukaanlahan pertanian, ekstraksi sumber daya alam, pariwisata agresifyang tidak memperhatikan manajemen pengunjung, danpengelolaan warisan budaya yang tidak optimal. Faktor-faktortersebut, dapat menjadi ancaman yang mampu mengubah bahkanmenghilangkan atribut nilai penting fisik dan budaya dari suatuwarisan budaya. Kondisi ini akan semakin buruk jika posisi sosial-ekonomi dari suatu komunitas pemilik warisan budaya beradadalam keadaan kerusakan fisik pada warisan budaya dapat denganmudah ditemukan di berbagai lokasi di Indonesia. Mulai darikerusakan pada bangunan bersejarah di pusat-pusat kota, hinggakerusakan pada gambar cadas di dinding-dinding gua prasejarah dilokasi terpencil. Contohnya adalah berbagai coretan di gua-guaprasejarah di Pulau Muna, coretan vandalisme tersebut dapatditemukan pada gua yang berada dengan akses jalan, hingga guayang berada pada lokasi sulit dijangkau Purnawibawa dkk, 2020.Vandalisme merupakan salah satu ancaman pada warisan budayayang memiliki sifat kebendaan. Bentuk ancaman ini dapatdimotivasi mulai dari sikap acuh dan keisengan, misalnya dalambentuk coretan pada dinding sebagai wujud ekspresi dan skala yang lebih besar, perusakan terhadap warisan budaya 180SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIdapat dilatarbelakangi motivasi politik dan ideologi, untukmenghilangkan budaya kelompok yang saling berkonflik. Contohekstrim ini terjadi pada tahun 2001 dengan penghancuran warisandunia yang diakui oleh UNESCO, Patung Buddha Bamiyan diAfganistan, oleh sisi lain, warisan budaya tak benda juga memiliki jenisancamannya sendiri. Ancaman terbesar dari warisan budaya takbenda adalah hilangnya praktik dan tradisi serta terkikisnya nilaibudaya akibat perubahan. Misalnya, globalisasi dan sebagai dampak dari perkembangan peradaban manusiayang bergerak menuju masyarakat global merupakan tantanganbagi eksistensi kebudayaan lokal. Globalisasi bersifat konstan dantidak dapat dikembalikan, Barker 2004 menyebutkan bahwaglobalisasi terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, sepertiekonomi, sosial, budaya dan politik. Koneksi antar bangsa tersebutmembangun dunia yang kita kenal sekarang, dimana adanyapertukaran nilai dan budaya membentuk kebudayaan yang unik danberbeda dari budaya aslinya. Di satu sisi, globalisasi menjadikanmanusia terkoneksi secara internasional tanpa dibatasi ruang danwaktu, mendorong pertumbuhan ekonomi, memungkinkanpertukaran teknologi, dan secara umum meningkatkan kualitaskehidupan manusia. Namun, dari perspektif pelestarian kebudayaanlokal, globalisasi memberikan tantangan tersendiri. Masuknyabudaya dan nilai-nilai asing tersebut, serta pengabaian terhadapkebudayaan milik sendiri menyebabkan terkikisnya nilai-nilaibudaya lokal di berbagai daerah Indonesia Suneki, 2012.Globalisasi juga memungkinkan terjadinya pariwisata diberbagai lokasi warisan budaya secara internasional. Sudah sejaklama, pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan kunjunganpariwisata mancanegara sebagai sumber ekonomi baru Indonesiauntuk menggantikan ekspor bahan dan tambang. Menurut Buku 181SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASISaku Kementerian Pariwisata 2016, kontribusi sektor pariwisataterhadap Produk Domestik Bruto PDB nasional pada tahun 2014telah mencapai 9 % atau sebesar Rp 946,09 triliun. Sementaradevisa dari sektor pariwisata pada tahun 2014 telah mencapai Rp120 triliun dan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 11juta orang Anggraini, 2017. Hal ini menunjukkan signifikansipariwisata terhadap perekonomian Indonesia. Tentunya wisatabudaya merupakan daya tarik utama bagi wisatawan asing yangdatang ke Indonesia. Namun, jika tidak dikelola dengan baik,pariwisata dapat memberikan dampak buruk dengan terjadinyakomodifikasi budaya. Komodifikasi dapat dipahami sebagai prosesdimana suatu warisan budaya dinilai berdasarkan nilai ekonominyaCohen, 1988, dengan mengesampingkan nilai budaya dannilainya bagi komunitas lokal. Dengan mengubah warisan budayamenjadi atraksi bagi wisatawan, hal ini membuat menurunnya nilaiestetika, sakral, dan makna budaya tersebut bagi masyarakat berbagai ancaman dalam bentuk fisik dan non-fisiktersebut membuat upaya dokumentasi warisan budaya menjadi halyang sangat penting untuk dilakukan di Indonesia. Tentunyadiperlukan strategi yang berbeda dalam upaya mendokumentasikanwarisan budaya yang bersifat benda dan bersifat tak warisan budaya - tradisional hingga digitasiSecara prinsip, upaya dokumentasi terhadap kebudayaan diIndonesia, atau dahulu dikenal sebagai Nusantara, telah dilakukansejak awal masehi. Melalui catatan-catatan para musafir danagamawan yang singgah di kepulauan Nusantara, merekamengabadikan kehidupan dan keadaan masyarakat di Nusantaramelalui tulisan yang bersifat deskriptif. Kedatangan bangsa Eropamembuat upaya dokumentasi menjadi lebih visual. Selain catatanperjalanan dan teks lainnya, bangsa Eropa kerap men-dokumentasikan keadaan di Indonesia melalui sketsa dan lukisan. 182SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIDokumentasi dalam bentuk visual ini memberikan sangat banyakinformasi bagi ahli sejarah dan ahli arkeologi, dalam hal gayabusana, arsitektur bangunan, aktivitas manusia, dan gambaransecara umum keadaan masyarakat di masa teknologi kamera untuk fotografi pada 1825yang dipelopori oleh J. N. Niepce dan kemudian disempurnakanoleh Daguerre dan Talbot pada 1830an membuat dokumentasivisual memasuki babak baru Newhall, 1949. Teknologi inidengan segera dibawa ke Indonesia oleh bangsa secara analog di Indonesia di mulai sejak masuknyakamera pada tahun 1841. Kamera tersebut dibawa oleh pemerintahkolonial Hindia Belanda untuk mengumpulkan informasi mengenailanskap, budaya, dan komunitas yang ada di Nusantara. Tentunyasebagian besar informasi tersebut digunakan untuk keperluan dankeuntungan Belanda, terutama dalam membuat keputusan strategisdi wilayah koloninya. Sejak masuknya kamera secara komersial ditahun 1857, dan berdirinya beberapa perusahaan swasta yang fokuskepada fotografi, dokumentasi yang dilakukan menjadi lebihberagam. Salah satu perusahaan yang paling awal melakukandokumentasi adalah Woodbury and Page yang didirikan olehWalter Bentley Woodbury dan James Page ketika sampai diBatavia Jakarta pada 1856 Bloom, 1991. 183SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIGambar 2 Arca Raksasa di reruntuhan kompleks candi diSingosari dekat Malang. Salah satu gambar warisan budaya tertuadari Woodbury and Page KITLV, 1860Dimulainya era teknologi digital, membuat upayadokumentasi menjadi jauh lebih mudah. Hasil dokumentasi visualtidak lagi memakan tempat dan jauh lebih praktis. Pada periodesebelumnya, dokumentasi visual mengambil bentuk film-film,negatif pada kaca dan bahkan lempengan tembaga. Tentunya hasildokumentasi analog tersebut memerlukan suatu sistempenyimpanan dan pengarsipan khusus supaya tidak mengalamikerusakan dan mudah diakses. Hadirnya teknologi digitalmemangkas semua kesulitan tersebut. Kamera digital memberikankemudahan baik dalam hal pengambilan data maupun manajemendata. Berkat teknologi digital dan jaringan internet, kini informasidan data terkait warisan budaya menjadi lebih mudah diaksessecara bebas. Untuk itu, proses digitasi dan digitalisasi pada dataanalog yang telah ada dan warisan budaya menjadi prioritas dalamupaya pelestarian saat ini. 184SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIDigitasi dapat dipahami sebagai proses konversi data dapatberupa gambar, video, suara, tulisan dari bentuk analog menjadibentuk digital. Data dalam bentuk digital ini memungkinkanpemanfaatan untuk berbagai tujuan di kemudian hari Schumacherdkk, 2016. Sementara Schumacher dkk 2016 berpendapat bahwadigitalisasi adalah pemanfaatan data digital melalui teknologidigital, komputer, dan jaringan internet sehingga data tersebutdapat diakses secara luas oleh masyarakat secara bebas. Secarasederhana, media sosial seperti YouTube dapat dikatakan sebagaiperpustakaan digital untuk koleksi video, sementara aplikasi lainseperti Instagram adalah perpustakaan digital untuk koleksi fotodan video. Orientasi pemanfaatan data dan teknologi digital sepertiinilah yang secara gencar mulai dilakukan pada saat era digital saat ini, ditambah dengan adanyapandemi COVID-19 di dunia, membuat banyak kegiatankebudayaan beralih ke platform digital dan daring. Lembaga yangsangat cepat beradaptasi adalah museum, yang dengan segeramengalihkan tour konvensional ke tour berbasis daring bahkanhingga virtual museum. Untuk dapat optimal menyiapkan mediatersebut, diperlukan proses digitasi dan digitalisasi dari warisanbudaya yang menjadi daya tarik Dokumentasi DigitalPerbedaan utama dalam metode dokumentasi warisanbudaya benda dan tak benda adalah keperluan informasi yang harusdirekam. Dalam dokumentasi warisan budaya bersifat kebendaan,unsur utama yang perlu direkam adalah unsur tampilan demikian bagian yang paling penting untuk dilestarikanadalah tampilan visual dalam bentuk tidak bergerak foto,walaupun dokumentasi suara dan video dapat memberikaninformasi yang lebih kaya. Berbeda dengan warisan budaya takbenda, yang merupakan aktivitas atau tingkah laku manusia. 185SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIDokumentasi warisan budaya tak benda memerlukan dokumentasidalam bentuk gambar bergerak video dan suara audio, karenainformasi utama yang perlu disampaikan adalah urutan, suara,gerakan, dan hal-hal lain yang memiliki aspek temporal/ still image merupakan jenis dokumentasi visual yangberkembang sejak lama. Sebagai gambar tidak bergerak, fotomemberikan banyak informasi seperti adegan, pose, ekspresi,bentuk, warna hingga tekstur. Dokumentasi dengan foto, jikadilakukan dengan teknik yang tepat dan dilengkapi skala dapatmemberikan informasi ukuran objek yang cukup akurat. Sementarafoto yang lebih artistik’ dapat membuat objek tampil lebihmenarik untuk dipasarkan dan mendorong peningkatan pengunjungmelalui pariwisata. Saat ini, berkat adanya teknologi digital, fotomenjadi salah satu metode paling mudah diakses oleh semua 3 Contoh foto berskalaKoleksi Lab. Sejarah UndikshaUnsur lain yang sangat penting dalam warisan budaya takbenda adalah suara. Nyanyian, bahasa dan aksen, suara alat musik,hingga cerita rakyat perlu direkam dalam bentuk suara. Alatperekam bunyi fonograf paling awal ditemukan oleh Edison padatahun 1877, dengan menggoretkan torehan pada piringan hitamBritanica, 2016 dan Mirriam-Webster, Selanjutnya alatperekam berevolusi dalam bentuk kaset pita, hingga saat inirekaman suara dapat disimpan dalam bentuk digital. Sama seperti 186SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIkamera, hampir semua smartphone memiliki perekam suara yangcukup baik. Walaupun terdapat banyak alat khusus perekam lainyang secara khusus dibuat untuk merekam suara, sehinggamenghasilkan kualitas yang jauh lebih baik dokumentasi lainnya adalah gambar bergerak, atauvideo. Video memiliki keunggulan dibanding teknik lain dengansifat audio visual, yaitu ada unsur gambar dan suara di data visual dan audio membuat dokumentasi yang direkamdalam bentuk video relatif lebih lengkap, terutama dalammenangkap suasana di suatu tempat, jalannya upacara/ritual,hingga pertunjukkan seni. Video direkam dari serangkaiantangkapan gambar/foto dalam jumlah banyak setiap detiknya. Olehkarena itu, kita mengenal istilah 24 fps frame per second, 30 fps,60 fps dan seterusnya, yang menunjukkan jumlah gambar yangditangkap oleh kamera setiap dokumentasi terakhir yang saat ini semakindikembangkan adalah pemodelan tiga dimensi 3D Model melaluimetode photogrammetry. Photogrammetry sendiri merupakanteknik untuk membuat model dengan ukuran yang akurat denganmemanfaatkan fotografi, teknik ini terutama digunakan untuksurvey udara dan pembuatan peta. Photogrammetry pertama kalidigunakan pada tahun 1851 untuk keperluan pembuatan peta danselanjutnya memegang peranan penting dalam survey danpemetaan pada Perang Dunia Britanica, 2016 dan Mirriam-Webster, termasuk juga digunakan oleh pemerintah kolonialBelanda dalam memetakan wilayah Indonesia. 187SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIGambar 4 Rekonstruksi model dari foto menggunakan teknikphotogrammetry Koleksi Lab. Sejarah UndikshaPada saat ini photogrammetry mulai digunakan dalampenelitian arkeologi dan upaya pelestarian bangunan memberikan alternatif yang lebih murah,dibandingkan pemindai laser, dalam membuat kopi digital darisuatu benda. Teknik photogrammetry tersebut memungkinkandokumenter untuk merekonstruksi bentuk dan dimensi objekmelalui hasil fotografi Santamaria dan Sanz, 2011. Selain itu,fotogrametri digital dapat menyediakan data yang bisa digunakandalam pengukuran gambar, rekonstruksi, dan restorasi objekbudaya dengan akurasi baik Yilmaz dkk, 2007. Dengan demikian,para pelestari dapat memanfaatkan teknik fotogrametri digitaluntuk keperluan dokumentasi, rekonstruksi, dan diseminasi hasilpenelitian Forlin, Valente, dan Kazmer, 2018.Manfaat digitalisasiDigitalisasi memiliki beberapa manfaat yang sangatmembantu dalam upaya pelestarian warisan budaya di tersebut berupa manfaat dalam jangka pendek dan manfaatdalam jangka panjang. Digitalisasi membantu arkeolog, sejarahwandan peneliti ilmu lain di bidang budaya untuk membangun basis 188SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIdata digital yang dapat digunakan sebagai data untukpengembangan keilmuan. Sebagai contoh, bagi penelitian arkeologiyang memberikan fokus kepada kebudayaan dalam bentuk materi,digitasi dapat memangkas waktu pekerjaan di lapangan. Dengandigitasi yang baik, data yang sudah direkam dapat dianalisis secaraakurat ketika sudah kembali dari lapangan. Dengan demikianmampu memangkas waktu dan biaya akibat harus berada lama dilapangan, terutama pada lokasi-lokasi yang sulit juga sangat bermanfaat dalam proses diseminasihasil penelitian. Sudah lama kita terkendala dengan akses danpenyebaran informasi yang harus dilakukan secara luring melaluilaporan yang disimpan di perpustakaan masing-masing digitalisasi, kita secara teori dapat mengakses informasitersebut secara lebih mudah, murah, dan ramah lingkungan. Hal inimendorong pemerataan persebaran informasi dan mendorongmenyempitnya kesenjangan akses informasi di bagi siswa danmahasiswa dari wilayah-wilayah terluar di Indonesia. Digitasidalam bentuk foto, video, dan model tiga dimensi juga merupakanbentuk informasi yang lebih menarik dan interaktif dibandingkaninformasi tertulis, sehingga dapat memancing minat untuk belajarlebih dalam bagi masyarakat lain yang tidak kalah penting adalah manfaatdigitalisasi warisan budaya sebagai arsip digital. Dalam keadaandarutat, data tersebut bermanfaat dalam membantu pemugaranhingga rekonstruksi suatu warisan budaya yang mengalamikerusakan bahkan kehancuran. Sebagai contoh, photogrammetrytelah digunakan oleh berbagai lembaga non-profit untukmerekonstruksi secara digital Katedral Notre-Dame yang terbakarhabis pada tahun 2019. Langkah serupa juga diaplikasikan dalamrekonstruksi digital Kastil Shuri di Jepang yang terbakar padatahun 2019. Melalui data foto yang dikumpulkan dari berbagaipihak crowd-sourcing, model tiga dimensi berhasil dibangun 189SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIkembali, sehingga sangat membantu proses rekonstruksipembangunan kembali Kastil Shuri. Hasil rekonstruksi digitalkedua warisan dunia tersebut dapat diakses secara bebas di Hal ini sangat bermanfaat, terutama padabangunan-bangunan tradisional yang tidak dimiliki cetak warisan budaya juga sangat membantu promosi budayaIndonesia ke ranah internasional. Jika dilakukan secara efektif, halini dapat mendorong pariwisata pada suatu wilayah secara dan peluang digitalisasi menuju akses bebas bagiinformasi warisan budayaMengingat besarnya manfaat dari digitalisasi warisanbudaya, sudah sewajarnya jika digitalisasi menjadi langkah wajibyang harus dilakukan oleh berbagai lembaga di Indonesia. Namun,upaya digitalisasi ini tentunya tidak bisa dilepaskan dari beberapatantangan, beberapa kendala yang dihadapi dalam upaya digitalisasidi lapangan antara lain1 Sumber daya manusia merupakan unsur penting dalam upayadigitalisasi warisan budaya, meningkatkan keterampilan dansumber daya manusia dalam pelestarian berbasis digitalmerupakan salah satu tantangan terbesar dari kampanyedigitalisasi warisan budaya di Indonesia. Tidak semua instansidan lembaga terkait memiliki SDM yang terampil dalammelakukan digitasi warisan budaya. Keterampilan yangdiperlukan meliputi perencanaan, pelaksanaan, penyimpanandan pengolahan data yang sudah diakuisisi. Pelatihan dan lokakarya merupakan solusi yang dapat digunakan untukmeningkatkan keterampilan dan pemerataan tenaga terampil, disamping kerja sama dan proyek gabungan lintas Sarana prasarana atau perangkat yang sesuai merupakan unsurlain dalam upaya digitalisasi warisan budaya. Tujuan danmanfaat yang ingin diperoleh dari suatu proses digitalisasi 190SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIsangat memengaruhi alat dan perlengkapan yang kegiatan digitalisasi suatu bangunan bersejarah yangakan digunakan sebagai photobook atau keperluan website,mungkin cukup dengan hanya menggunakan alat sederhanaseperti kamera. Sementara untuk digitalisasi bangunanbersejarah untuk keperluan pelestarian dan renovasi, dimanaketelitian sangat penting, maka pemindaian menggunakanpemindai laser dan photogrammetry akan lebih tepat. Olehkarena itu diperlukan SDM terampil yang dapat menyusunperencanaan dan mengerti kebutuhan alat yang diperlukan darisuatu kegiatan Adanya sarana prasarana dan SDM terampil tidak akan adaartinya jika tidak terdapat akses terhadap warisan budayasasaran. Halangan akses ini bisa berbentuk banyak hal,misalnya kendala akses secara fisik. Kendala ini ditemukanpada warisan budaya yang terdapat pada lokasi-lokasi yangsulit dijangkau, hingga menyulitkan proses digitasi. Kendalalain adalah kendala non-fisik, misalnya waktu,kesucian/keramat, atau budaya. Hal ini sering terjadi pada objekbudaya yang dianggap sakral, sehingga tidak memungkinkanuntuk diakses oleh orang dari luar kelompok atau hanya dapatdiakses pada waktu tertentu sehingga menyulitkan Tantangan lain adalah Standarisasi format digitalisasi danpenyimpanan. Banyaknya pihak yang terlibat dalam upayapelestarian warisan budaya merupakan indikasi diperlukannyastandar operasional prosedur dalam penyimpanan maupunformat data yang digunakan. Seperti proses pendaftaran cagarbudaya yang telah dikelola oleh pemerintah, sudah saatnya adasatu repositori khusus yang mampu menjadi akses bagi koleksiwarisan budaya yang telah didigitasi. Saat ini banyak produkdigital oleh masyarakat tersebar dalam laman seperti Sketchfab 191SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIdan Youtube, sementara data hasil digitasi dari pemerintahmasih sedikit yang disebarluaskan. Sudah saatnya disiapkansuatu platform yang mampu memberikan akses kepadamasyarakat untuk mendapatkan akses lebih mudah. Misalnyalangkah CyArk, suatu lembaga nirlaba yang bergerak di bidangpelestarian warisan budaya , dapat ditiru. CyArk menyediakanlaman yang terintegrasi dan memberikan akses kepada warisanbudaya digital dalam berbagai format, misalnya video, 3Dmodel, dan virtual 5 Tampilan laman CyArkSumber implementasi di lapangan, sudah saatnya gerakandigitalisasi warisan budaya lebih melibatkan komunitas lokal dankomunitas pelestari budaya yang ada di daerah. Perkembangandunia fotografi, videografi dan dokumentasi 3 dimensi di kalangankomunitas beberapa tahun belakangan ini berkembang dengansangat pesat. Semakin mudah dan murahnya akses teknologi, dantumbuhnya gerakan sadar serta cinta terhadap budaya lokal menjadi 192SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIfaktor pendorongnya. Angin positif juga dihembuskan olehpemerintah, melalui kegiatan-kegiatan seperti Fasilitasi BidangKebudayaan yang memberikan ruang bagi pelaku dan pemerhatibudaya untuk memperoleh bantuan dalam mendokumentasikan danmenyebarkan hasil dokumentasi dalam berbagai media. Lokakaryadan pelatihan dalam rangka peningkatan keterampilan dalammelakukan digitalisasi bagi komunitas dan pihak terkait jugamerupakan langkah lain yang dapat digalakkan. Dalam hal ini,peran akademisi dan ahli merupakan kunci, menyediakan kelasdaring yang mengakomodasi kebutuhan akan pembekalanketerampilan dokumentasi warisan budaya, dalam bahasa dantahapan yang mudah dipahami oleh akhirnya semua kembali kepada seberapa besarperhatian dan komitmen kita dalam melestarikan warisan rencana dan tujuan yang jelas, serta eksekusi yang baikdalam hal penulisan konten dan narasi, warisan budaya tidak dapatberbicara dengan sendirinya. Digitasi hanya sebatas tahapanmengkonversi data ke dalam media digital, sementara digitalisasihanyalah cara penyebaran informasi. Diperlukan sumber dayamanusia yang terampil dan tujuan pelestarian yang jelas, supayadigitalisasi yang dilakukan dapat memberikan hasil yangdiinginkan. Jika dijalankan dengan baik, digitalisasi merupakancara terbaik untuk melestarikan warisan budaya bangsa dalamjangka panjang. Digitalisasi menyediakan kesempatan kepadasemua orang untuk memiliki akses akan informasi warisan budayaIndonesia. Selaras dengan kebutuhan pembelajaran di masa kini,saat pandemi COVID-19 masih membayangi proses belajarmengajar di sekolah, kebutuhan akan konten belajar yang menarikdan informatif dapat disediakan melalui hasil digitalisasi warisanbudaya. Dalam jangka panjang, diharapkan digitalisasi ini jugamampu mempersempit kesenjangan pengetahuan dan informasiakan warisan budaya, membantu kita saling mengenali budaya 193SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIsaudara-saudari kita di seluruh Indonesia, dan membangun generasiyang memiliki sifat toleransi dan saling menghargai 2016. Buku Saku Kementerian Pariwisata 2016. JakartaKementerian Pariwisata Republik D. 2017. Analisis Hubungan Komplementer danKompetensi Antar Destinasi Pariwisata Studi Kasus 10Destinasi Prioritas di Indonesia. Tesis MPKP FEB A. 2004. Alternatif Pengambangan Masyarakat di EraGlobalisasi. Jakarta The Editors of Encyclopaedia. "Photogrammetry".Encyclopedia Britannica, 21 Oct. 2016, pada 11 October J. 1991. Woodbury and Page Photographers of Old dalam Reed, J. L. ed. 1991. TowardsIndependence A Century of Indonesia Francisco Phelps Schaefer Lithographics E. 1988. Authenticity and Commoditization in of Tourism Research, Vol. 15, P., Valente, R., & Kazmer, M. 2018. “AssessingEarthquake Effects on Archaeological Sites UsingPhotogrammetry and 3D Model Analysis”. DigitalAplication in Archaeology and Cultural Heritage, 2009. World heritage in Danger, Compendium W. S. 2007. Closing Pandora’s Box Human RightsConundrums in Cultural Heritage. Dalam Silverman, Ruggles, D. F. ed. Cultural Heritage and HumanRights. New York Springer. 194SEJARAH DAN KEBUDAYAAN LOKAL DI ERA GLOBALISASIMerriam-Webster. Photogrammetry. In dictionary. Retrieved October 11, 2021,from B. The History of Photography from 1839 to the presentDay. New York The Museum of Modern A. G., dkk. 2020. Preserving Image of the PastCombined Documentation Techniques on newly-Foundand Damaged Rock Art in Muna Island, SoutheastSulawesi. A Field Report. DOI Pena, J., & Sanz Mendez, T. 2011. Fundamentos deFotogrametria. Servicio de Publicaciones de la Universidadde La Rioja, La E. 2002. Seminar Warisan Budaya TakbendaIntangible Cultural Heritage, Jakarta, 15-16 A., dkk. 2016. Automation, digitization anddigitalization and their implications for manufacturingprocesses. Artikel dalam International ScientificConference Innovation and Sustainability, Bucharest,Romania, 28-29 Oktober S. 2012. Dampak Globalisasi Terhadap EksistensiBudaya Daerah. CIVIS, Vol. II, No. 1, dkk. 2007. “Importance of Digital Close-rangePhotogrammetry in Documentation of Cultural Heritage”.Journal of Cultural Heritage 9 4 1-30. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this developments in manufacturing raised the importance of digital elements as well as fully automated processes on a strategy, planning and shop floor level. Although the number of publications in this field increases, many scholar and practitioners lack a differentiated use of the related terms of " digitization " , " digitalization " and " automation ". In this paper we offer analyses regarding differences and communalities of these terms as well as their implications on a shop floor level. We found that the term digitalization thereby finds its use mostly in the field of social science describing the social and cultural effects of digital elements. The terms digitization and automation on the other hand are well applicable on the field of manufacturing research. Although these two concepts influence manufacturing processes differently, we conclude that they have to be analysed in integrated manners as one requires the is an indisputable reality that the most important thing for transmitting cultural heritage to posterity is a sensitive documentation. Up to the present there have been many developments in documentation of cultural heritage by developing technology, and contemporary documentation techniques have progressed speedily. In time, modern methods have become preferable to conventional methods in architecture generally in the existent state and in determination of deformations and preparation of measured drawing projects of historical edifices. Digital and 3D data, rich visual images obtained by digital close-range photogrammetry, and orthophoto images of edifices, are governed and shepherded in documentation and future conservation projects. Also, these methods supply much ease, precision and time-saving in measured drawing projects when compared with conventional methods. In this study, contributions of digital close-range photogrammetry to measured drawing projects were evaluated. A historical building, which had been exposed to fire two times in Konya Turkey, was photographed and its situation before and after the fire was demonstrated. In addition, the building's measured drawings of facade and its D model were completed using digital close-range photogrammetry. The building's present status and its reconstruction project is indicated and how digital close-range photogrammetry contributes to measured drawing, reconstruction and restoration projects is presented. Furthermore, the significance of present-day use of digital close-range photogrammetry in the acquisition of data and preparation of measured drawing projects for historical buildings is emphasized. This study has been completed by photogrammetrists, architects, urban planners and restorers. William LoganOn 20 January 2006, Romania became the 30th State Party to sign UNESCO’s Convention for the Safeguarding of Intangible Heritage. This meant that the Convention, which had been approved by UNESCO’s General Conference in 2003, entered into force on 20 April 2006 as it required 30 signatories to become operational. The Convention signaled the expansion of the global system of heritage protection from the tangible that is, heritage places and artifacts to the intangible. Article 2 of the Convention describes intangible cultural heritage as “practices, representations, expressions, knowledge, skills” — in other words, heritage that is embodied in people rather than in inanimate objects. It is an expansion that many heritage professionals, including some in UNESCO itself, see as opening up a Pandora’s box of difficulties, confusions, and complexities. The chapter deals mostly with global efforts to protect cultural heritage, although much also applies at the national and local levels. It aims to set a broad agenda for the specific, detailed case studies that must follow as well as for educational curricula in heritage studies. The chapter reflects my personal involvement in the cultural heritage field over three decades, including extensive work with UNESCO and other global agencies, notably ICOMOS and ICCROM, although I hasten to add that the opinions expressed are my own and are not intended to represent the official views of any of these paper evaluates the application of photogrammetric recording to seismically-affected archaeological sites from the moment of on-site data acquisition through to the analysis of the resulting 3D model. This methodology facilitates i rapid but accurate recording of seismically-damaged archaeological contexts, ii three-dimensional reconstructions, iii the documentation of archeological features plans, sections, elevations, and iv the extraction of additional information and data for archaeoseismological analysis DEMs, for instance. Not only is greater detail observed using these methods but it can also be quantified at a distance from the target site, thereby extending the researcher's time in the field. 3D photogrammetry and modelling also reduce the risk that small but significant features such as seismic fractures and deformations are overlooked. This paper draws on evidence from two case studies of the EU-funded ArMedEa project Archaeology of Medieval Earthquakes in Europe, 1000-1550 AD, namely the Islamic fortified village of El Castillejo Guajar Faragüit, Granada, Spain and the crusader castle of Saranda Kolones Paphos, Cyprus.Buku Saku Kementerian PariwisataAnonimAnonim. 2016. Buku Saku Kementerian Pariwisata 2016. Jakarta Kementerian Pariwisata Republik Hubungan Komplementer dan Kompetensi Antar Destinasi PariwisataD AnggrainiAnggraini, D. 2017. Analisis Hubungan Komplementer dan Kompetensi Antar Destinasi Pariwisata Studi Kasus 10Alternatif Pengambangan Masyarakat di Era GlobalisasiA BarkerBarker, A. 2004. Alternatif Pengambangan Masyarakat di Era Globalisasi. Jakarta Kanisius.
BerdasarkanPeraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. museum mempunya kegunaan yang sangat besar,karena dengan - Budaya adalah salah satu identitas bangsa. Eksistensinya harus tetap dipertahankan hingga saat ini. Ada dua kemungkinan jika budaya tidak dipertahankan eksistensinya, yakni direbut bangsa lain atau tergerus kebudayaan bagaimana cara agar warisan budaya tetap lestari? Cara melestarikan budaya Indonesia Upaya pelestarian budaya membutuhkan tekad bersama, baik dari pemerintah pusat atau daerah maupun seluruh warga masyarakat. Berikut beberapa upaya pelestarian budaya Indonesia Terlibat langsung dalam upaya pelestarian budaya Menurut Nanik Suratmi dalam buku Multicultural 2016, salah satu cara agar warisan budaya tetap lestari ialah terlibat langsung dalam upayanya. Baca juga Contoh Ragam Etnik dan Budaya IndonesiaBerarti masyarakat harus mau dilibatkan atau berperan langsung dalam upaya pelestarian budaya. Misal, rutin menggelar acara kebudayaan. Memberi informasi kepada orang lain Pelestarian budaya Indonesia juga bisa dilakukan dengan memberi informasi kepada orang lain yang belum mengenal kebudayaan tersebut. Selain informatif, cara ini juga ditujukan untuk mengedukasi masyarakat agar mereka tahu gambaran besar terkait warisan budaya. Mengembangkan kebudayaan Dikutip dari buku Payung-payung dalam Upacara Mate Meteras Etnik Karo 2020 oleh Daniel H. P. Simanjuntak, salah satu upaya pelestarian budaya ialah dengan mengembangkannya. Warisan budaya yang ada harus dikembangkan. Misal, pemerintah menyediakan fasilitator pengembangan budaya. Baca juga Melihat Keberagaman Budaya di Indonesia Menjaga dan mempertahankan eksistensinya Cara agar warisan budaya tetap lestari ialah dengan menjaga serta mempertahankan eksistensinya di Indonesia. Contoh, agar batik tetap lestari di Indonesia, kita harus menjaga dan mempertahankan eksistensi industri batik di seluruh wilayah di Indonesia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.